Sukses

Saat Hakim Tipikor Minta Patrialis Akbar Jujur

Dalam sidang Patrialis juga bersikeras pada pernyataannya dengan menyebut uang itu merupakan pembayaran utang Kamaludin

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar berulangkali menampik jika uang 10.000 USD itu berasal dari pengusaha Basuki Hariman. Meski mengakui menerima uang itu, tapi lagi-lagi Patrialis keukeh menyebut uang tersebut tidak ada kaitannya dengan uji materi UU nomor 41 tahun 2014 yang berjalan di MK.

Dalam sidang Patrialis juga bersikeras pada pernyataannya dengan menyebut uang itu merupakan pembayaran utang Kamaludin, terdakwa perantara suap Basuki dan dirinya.

Seiring dengan jawaban Patrialis Akbar, majelis hakim pada PN Tipikor Jakarta pun sudah berulang kali mengingatkan agar terdakwa berbicara jujur ketika dihadirkan sebagai saksi atas terdakwa lainnya. Patrialis dihadirkan jaksa pada KPK sebagai saksi atas terdakwa penyuapnya, Basuki Hariman dan Fenny.

"Saya ingatkan sekali lagi ya agar para saksi jujur memberikan keterangan. Meski terdakwa punya hak sangkal, tapi saat dihadirkan sebagai saksi, maka wajib memberikan keterangan yang benar," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 3 Juli 2017.

Hakim Nawawi terus mencecar Patrialis yang selalu mengaku tidak pernah merasa aneh dengan maksud atau tujuan terdakwa Basuki yang bertanya soal putusan dalam uji materi UU tentang peternakan. Terlebih dalam dakwaan ada sekitar 4 kali pertemuan Patrialis dengan terdakwa Basuki yang merupakan pengusaha impor daging.

"Saksi kenapa selalu ditanya perkara itu. Kenapa saksi tidak pernah sadar? Apakah tidak timbul kenapa orang ini berkali kali tanya yang sama?. Itu minimal ada empat pertemuan. Adakah yang sulit dipahami Kamaludin memiliki kepentingan dengan Basuki? Anda kan hakim MK?," ujar Hakim Nawawi.

"Hakim itu biasanya nalurinya timbul. Saya paling senang kalau orang ngomongin duit dengan saya, sejauh konteksnya lain. Saya hargai Anda pernah jadi hakim. Tapi apa tidak ada rasa dalam diri Anda bahwa datangnya Basuki dan membicarakan judicial review itu menunjukan keterkaitan?," tegas Hakim Nawawi.

Patrialis bertahan lantaran dirinya yakin tidak pernah meminta uang langsung dengan Basuki. Malah dirinya memastikan tidak pernah sama sekali membicarakan soal uang kepada Basuki.

"Karena selama ini kita dengan pak Basuki maupun dengan pak Kamal kalau ketemu kita tidak pernah bicara uang. Jadi saya meyakinkan tidak salah. Secara etik saya mengaku tidak pas. Tapi secara kepidanaan, karena saya komitmen tidak bicara uang, ya begitu," ujar Patrialis.

Namun setelah diingatkan terus oleh Hakim Nawawi, Patrialis mengakui melihat ada kepentingan Basuki dalam uji materi tersebut. Meski bukan pemohon, Basuki diyakini memiliki kepentingan terkait undang-undang tersebut. Sebab Basuki adalah pengusaha impor daging.

"Saya tanya pak Basuki sebetulnya apa sih Pak Basuki konsen betul perkara ini? baru saya mulai perhatian," ujar Patrialis.

Terkait Impor Daging

Suap yang diberikan kepada Patrialis Akbar bermula saat Basuki Hariman selaku pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa bersama anak buahnya NG Fenny meminta bantuan kepada Kamaludin.

Menurut pengetahuan Basuki dan NG Fenny, Kamaludin mengenal dekat salah satu hakim MK.

Permintaan bantuan tersebut guna mempercepat dikeluarkannya putusan permohonan uji materi yang diajukan oleh enam pemohon, yaitu Teguh Boediyana, Mangku Sitepu, Dedi Setiadi, Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha, Muthowif dan H Rachmat Pambudy. Tujuannya agar permohonan tersebut dikabulkan.

Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, maka impor daging kerbau dari India dihentikan. Sebab, pemerintah telah menugaskan Bulog untuk mengimpor dan mengelola daging kerbau dari India dan akan berdampak pada ketersediaan daging tersebut lebih banyak dan membuat harga semakin murah.

Patrialis didakwa dengan Pasal 12 c jo Pasal 18 UU RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 dan Pasal 64 KUHP.



Saksikan video di bawah ini: