Liputan6.com, Jakarta - Jakarta selama ini menjadi kota metropolitan, pusat pemerintahan dan perekonomian di Republik Indonesia. Tak heran, setiap tahun, arus urbanisasi membludak di Ibu Kota NKRI tersebut.
Atas dasar ini, bergulir lah rencana memindahkan Ibu Kota.
Baca Juga
Sejak masa pemerintahan Presiden Sukarno hingga Joko Widodo atau Jokowi, wacana tersebut diutarakan. Berbagai pertimbangan diajukan. Kajian demi kajian pun dilakukan.
Advertisement
Terakhir, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas lah yang ditunjuk. Instansi ini mengkaji pemindahan Ibu Kota dari DKI Jakarta ke kota lain.
Lalu ke mana Ibu Kota akan dipindah?
Salah satu kota yang gencar disebut sebagai kota pengganti Jakarta adalah Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro pemindahan Ibu Kota bukan perkara sederhana, seperti pindah rumah. Ini merupakan bentuk pemindahan ekosistem. Oleh sebab itu, kajiannya harus menyeluruh.
Kajian tersebut menyangkut beberapa hal, termasuk pentingnya pemindahan ini untuk pemerataan ekonomi di Tanah Air.
"Yang akan dikaji adalah urgensinya, termasuk kebutuhan menyeimbangkan perekonomian yang sangat terpusat di Jawa dan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi)," kata Bambang saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat, 7 April 2017.
Kajian lainnya, tambah dia, menyangkut potensi pindahnya ibu kota pemerintahan dari Jakarta ke Palangkaraya. Sementara Jakarta tetap menjadi pusat perekonomian Indonesia.
"Yang dikaji kemungkinan pindahnya ibu kota pemerintahan. Jakarta tetap menjadi kota pusat perekonomian," ujar Bambang.
Dia mengungkapkan, Kementerian PPN juga akan mengkaji skema pembiayaan pemindahan ibu kota karena pasti menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Upaya mewujudkan pemindahan Ibu Kota ini, Bappenas bekerja sama dengan kementerian terkait. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ditunjuk sebagai lead proyek besar tersebut.
Optimistis Terealisasi
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro optimistis pemindahan Ibu Kota dari Jakarta dapat terealisasi. Nantinya, Jakarta menjadi pusat ekonomi dan bisnis.
"Kajian (pemindahan) ditargetkan selesai 2017," kata Bambang saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu 5 Juli 2017.
Menurut dia, pemindahan Ibu Kota ini sudah dilakukan negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) dan Brasil.
Namun, pemerintah belum memutuskan kota mana yang akan menjadi Ibu Kota baru. "Belum diputuskan," ujar Bambang.
Dia mengatakan, cepat atau lambatnya pemindahan Ibu Kota ini bergantung pada keputusan pemerintah. Selain itu, terkait dengan skema pembiayaan yang akan dilakukan dalam pemindahan tersebut.
"2019 mungkin penetapannya saja. Tapi kalau ini kan enggak mungkin dalam waktu pendek membangunnya. Ini kan, membangun kota dari nol. Kami inginnya membangun dari nol, bukan kota yang sudah ada," tutur Bambang.
Butuh 3 Tahun
Pemerintah membutuhkan waktu 3-4 tahun untuk membangun berbagai infrastruktur dasar, termasuk gedung pemerintahan di Kalimantan sebagai Ibu Kota Indonesia yang baru.
"Mungkin butuh 3-4 tahun untuk menyelesaikan seluruh infrastruktur dasar, maupun membangun gedung-gedung pemerintahan," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro di kantornya, Jakarta, seperti ditulis Selasa 4 Juli 2017.
Advertisement
Butuh Dana Rp 100 Triliun
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas terus melakukan kajian pemindahan Ibu Kota negara. Terlebih Presiden Jokowi tak ingin hal tersebut memberatkan APBN. Kajian ini ditargetkan selesai pada 2017.
Lantas berapa dana yang dibutuhkan untuk memindahkan dan membangun sebuah ibu kota baru?
Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan, dari studi awal yang telah dilakukan, diperkirakan pemerintah butuh dana sekitar Rp 100 triliun untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke lokasi baru.
"Dari studi awal, diperkirakan angkanya sekitar Rp 100 triliun. Secara teknis untung atau tidak kalau kita bikin Ibu Kota baru? Lebih untung mana kalau ibu kotanya tetap di Jakarta dan Jakarta-nya dibenahi, daripada memindahkan Ibu Kota dan membangun kota baru tetapi Jakarta-nya tetap harus dibenahi," ujar Nirwono di Jakarta, Rabu 5 Juli 2017.
Dia menjelaskan, dana sebesar Rp 100 triliun tersebut, setidaknya akan digelontorkan untuk membangun lima hal dasar untuk menjadikan sebuah wilayah sebagai ibu kota negara. Pertama, membangun sarana dan prasarana pemerintah.
"Dalam membangun ibu kota, ada lima hal yang harus dipenuhi. Pertama, sarana prasarana dan bangunan pemerintahnya," kata Nirwono.
Kedua, membangun tempat tinggal bagi pegawai pemerintah dan masyarakat umum. Ketiga, membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, serta sarana dan prasarana transportasi lain. Keempat, membangun jaringan utilitas pendukung kota, seperti air bersih, pengolahan sampah, jaringan gas, listrik, dan sebagainya.
"Kelima, ketersediaan ruang terbuka hijau kota. Jadi semua bisa terpenuhi. Tapi ini baru bicara soal infrastruktur sebuah kota, persoalan berikutnya, yaitu bagaimana menghidupkan kotanya," jelas Nirwono.
Dia menuturkan, daripada membangun Ibu Kota dari awal, lebih baik dana sebesar Rp 100 triliun tersebut digunakan untuk mengembangkan wilayah-wilayah lain. Dengan demikian, kesenjangan antara Jakarta dan kota-kota lain bisa diperkecil dan masyarakat tidak perlu datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.
"Kalaupun ada dananya, lebih baik untuk mempercepat pengembangan kota-kota untuk melapisi Kota Jakarta, terutama kota-kota di Pulau Jawa. Kemudian mengembangkan kota-kota baru di luar Jawa. Supaya kesenjangan kota antar-Jakarta dengan kota-kota di luar Jawa tidak terlalu jauh. Itu lebih manusiawi," ujar Nirwono.
Untung Rugi
Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta bukan sekadar wacana. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas serius melakukan kajian pemindahan dengan target kajian tuntas di tahun ini.
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, pemindahan Ibu Kota akan memberikan keuntungan bagi Indonesia, salah satunya menciptakan pusat pertumbuhan baru di Kalimantan.
"Keuntungannya perbaikan kesenjangan di Jawa dan luar Jawa, serta menciptakan pusat pertumbuhan baru," kata Bambang saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu 5 Juli 2017.
Namun, rencana pemindahan Ibu Kota itu juga penuh risiko. Banyak pengusaha yang membeberkan beberapa risiko yang harus dihadapi pemerintah jika upaya pemindahan Ibu Kota itu benar-benar dilakukan.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia DKI Jakarta, Sarman Simajorang, menyebutkan salah satu risiko adalah iklim investasi yang akan tersendat.
"Jika sampai dipindahkan ke Palangka Raya akan menambah beban biaya dan waktu. Tentu ini akan menurunkan daya saing iklim investasi dan usaha," kata Sarman kepada Liputan6.com, Sabtu 15 April 2017.
Ia menuturkan, Kota Jakarta sudah hampir 53 tahun menjadi Ibu Kota Negara sejak ditetapkan berdasarkan UU Nomor 10 tahun 1964. Sudah telanjur ratusan ribu perusahaan besar mulai dari PMA, PMDN, BUMN dan swasta nasional berkantor pusat di Jakarta. Interaksi perusahaan ini dengan pemerintah pusat sangat tinggi untuk mengurus berbagai perizinan dan kebijakan lainnya.
Meski begitu, Sarman mengakui saat ini Jakarta memikul beban yang sangat berat dengan berbagai julukan sebagai pusat bisnis dan investasi, pusat keuangan, perdagangan dan pariwisata, sekaligus pusat pemerintahan/Ibu Kota.
Menumpuknya berbagai pusat kegiatan tersebut berdampak pada kemacetan lalu lintas yang sangat parah, arus urbanisasi yang sangat tinggi, dan ketimpangan yang begitu jauh.
"Namun pertanyaannya, apakah perpindahan Ibu Kota akan mampu menjawab permasalahan yang dihadapi kota Jakarta," ujar Sarman.
Ia menuturkan, perlu kajian, evaluasi, dan penelitian yang komprehensif, sehingga perpindahan ini mendapat dukungan dari seluruh masyarakat.
Advertisement