Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Miryam S Haryani dilanjutkan pada Selasa 18 Juli 2017. Pada sidang tersebut, Miryam mengajukan keberatan atau eksepsi.
"Dikarenakan saudara Miryam mengajukan eksepsi, maka sidang kita tunda sampai 18 Juli 2017," kata Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Sebelumnya, mantan Anggota Komisi II DPR itu mengajukan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Dia tidak terima dengan tudingan jaksa yang menyebutnya sengaja memberi keterangan tidak benar atau memberi keterangan tidak benar dalam sidang kasus e-KTP.
Advertisement
"Saya keberatan Yang Mulia," ujar Miryam.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Miryam S Haryani telah memberi keterangan palsu di persidangan e-KTP.
"Terdakwa dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan yang menerangkan antara lain adanya penerimaan uang dari Sugiharto, dengan alasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam oleh tiga orang penyidik KPK," tutur Jaksa Kresno Anto Wibowo.
Jaksa juga mengatakan keterangan Miryam yang mengaku ditekan oleh penyidik KPK, bertentangan dengan keterangan tiga orang penyidik KPK selaku saksi verbalisan maupun bukti-bukti lain.
"Bukti-bukti lain yaitu berupa dokumen draf BAP yang telah dicorat-coret dengan tulisan tangan terdakwa maupun rekaman video pemeriksaan yang menunjukkan tidak adanya tekanan dan ancaman tersebut," tutur jaksa.
"Demikian pula keterangan terdakwa yang membantah penerimaan uang dari Sugiharto juga bertentangan dengan keterangan Sugiharto yang menerangkan telah memberikan sejumlah uang kepada terdakwa," imbuh Jaksa Kresno.
Untuk itu, JPU meminta kepada hakim agar Miryam ditetapkan sebagai pelaku pemberian keterangan palsu atau keterangan tidak benar.
Jaksa mendakwa Miryam S Haryani dengan Pasal 22 Jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Saksikan video menarik berikut ini: