Liputan6.com, Jakarta: Penertiban penggunaan air bawah tanah di lakukan di kawasan Industri di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Hasilnya, beberapa perusahaan masih menggunakan air bawah tanah meski telah berlangganan PAM. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan bersikap tegas bagi pihak yang melanggar.
"Maka akan kami kasih peringatan agar mereka menggunakan janji mereka di dalam proses perizinan. Bahwa dalam proses perizinan mereka membuat pernyataan melakukan pengambilan tanah hanya sekedar kalau PAM-nya mati atau trouble atau mengalami kerusakan," kata Kepala Bidang Sub Penegakan Hukum Pemerintah Kota DKI Jakarta, Mudasirin, di sela-sela pelaksaan penertiban di kawasan Industri PT.JIEP Pulo Gadung, Jakartata Timur, Kamis (21/10).
Menurut Mudasirin, Perda mengenai penggunaan air tanah telah disosialisasikan cukup lama. Untuk itu pihaknya akan tegas kepada pihak yang melanggar. "Perda ini mulai berlaku tahun 1998, sudah sosiasilasi. Ini sudah sepuluh tahun yang lalu. Ada 3 perda, Perda Tahun 10 Tahun 1998, Perda 1 Tahun 2004, Perda No.8 Tahun 2007 yang mengatur tentang Air Tanah ini. Kalau kewajiban mereka menggunakan airr tanah hanya sebagai cadangan adalah sejak tahun 1998 jadi sudah ada sekitar 10 tahun yang lalu," ujarnya.
"Untuk peringatan 7 x 24 jam. Kalau tidak diindahkan, maka kita akan melakukan penyegelan. Masih tidak diindahkan, maka kita akan melakukan pencabutan izin. Izin masih tidak diindahkan, maka kita kan lakukan cor, itu langkah-langkahnya," tegasnya.
Sementara itu, dari hasil pengecekan di PT. Arbatin Pionir, perusahaan itu disegel karena menggunakan sumur pantek atau bor. Padahal mereka sudah menggunakan air Aetra. "Kebetulan di sini ada dua, kebetulan ada Dipel dan sumur pantek atau pasak. Untuk sumur pantek ini yang tidak punya izin maka untuk sementara kita segel sampi prosesnya selesai. Tapi di sini juga sudah ada jaringan yang menyuplai, maka kita sarankan untuk menggunakan air PAM," ujarnya.
Mudasirin mengatakan, selain pidana pihaknya juga akan memperdatakan dengan meminta ganti rugi. "Karena kewajiban mereka harus membayar kan. Karena prisipnya penggunaan air ini mereka harus bayar. Jadi kalau mereka sudah pakai, ya kewajiban mereka harus penuhi," jelas dia.
Berdasarkan ketentuan Perda, penggunaan terhadap pemanfaatan ABT (sumur ilegal, melabihi kuota, memindahkan letak sumur dll) dilakukan sanksi administratif sesuai Perda 10 /1998 yakni penghentian sementara, penutupan/pengecoran, sanksi pidana pasal 61 ayat 3, pada Perda 8/2007 bahwa setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan pasal 23 ayat 1 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 30 hari dan paling lama 180 hari atau denda paling sedikit 5 juta dan paling banyak 50 juta.
Selama 2010 diperoleh data, empat lokasi kegiatan usaha dikenai sanksi perdata karena kegiatan usah tersebut menggunakan air dan tidak mengurus izin. Selain itu mereka tidak membayar pajak dengan ganti rugi yang telah disetorkan ke Pemda DKI. "Sudah ada 4 perusaan yang dikenakan itu dan sudah terkumpul kurang lebih ada 1,5 milyar, yang sudah kita ambil," ungkapnya.
Rencananya program ini akan terus dilakukan guna menertibkan perusahaan atau badan usaha di wilayah DKI Jakarta. "Program ini akan berlangsung setiap hari kita akan melakukan pengawasan," imbuhnya. (MEL)
"Maka akan kami kasih peringatan agar mereka menggunakan janji mereka di dalam proses perizinan. Bahwa dalam proses perizinan mereka membuat pernyataan melakukan pengambilan tanah hanya sekedar kalau PAM-nya mati atau trouble atau mengalami kerusakan," kata Kepala Bidang Sub Penegakan Hukum Pemerintah Kota DKI Jakarta, Mudasirin, di sela-sela pelaksaan penertiban di kawasan Industri PT.JIEP Pulo Gadung, Jakartata Timur, Kamis (21/10).
Menurut Mudasirin, Perda mengenai penggunaan air tanah telah disosialisasikan cukup lama. Untuk itu pihaknya akan tegas kepada pihak yang melanggar. "Perda ini mulai berlaku tahun 1998, sudah sosiasilasi. Ini sudah sepuluh tahun yang lalu. Ada 3 perda, Perda Tahun 10 Tahun 1998, Perda 1 Tahun 2004, Perda No.8 Tahun 2007 yang mengatur tentang Air Tanah ini. Kalau kewajiban mereka menggunakan airr tanah hanya sebagai cadangan adalah sejak tahun 1998 jadi sudah ada sekitar 10 tahun yang lalu," ujarnya.
"Untuk peringatan 7 x 24 jam. Kalau tidak diindahkan, maka kita akan melakukan penyegelan. Masih tidak diindahkan, maka kita akan melakukan pencabutan izin. Izin masih tidak diindahkan, maka kita kan lakukan cor, itu langkah-langkahnya," tegasnya.
Sementara itu, dari hasil pengecekan di PT. Arbatin Pionir, perusahaan itu disegel karena menggunakan sumur pantek atau bor. Padahal mereka sudah menggunakan air Aetra. "Kebetulan di sini ada dua, kebetulan ada Dipel dan sumur pantek atau pasak. Untuk sumur pantek ini yang tidak punya izin maka untuk sementara kita segel sampi prosesnya selesai. Tapi di sini juga sudah ada jaringan yang menyuplai, maka kita sarankan untuk menggunakan air PAM," ujarnya.
Mudasirin mengatakan, selain pidana pihaknya juga akan memperdatakan dengan meminta ganti rugi. "Karena kewajiban mereka harus membayar kan. Karena prisipnya penggunaan air ini mereka harus bayar. Jadi kalau mereka sudah pakai, ya kewajiban mereka harus penuhi," jelas dia.
Berdasarkan ketentuan Perda, penggunaan terhadap pemanfaatan ABT (sumur ilegal, melabihi kuota, memindahkan letak sumur dll) dilakukan sanksi administratif sesuai Perda 10 /1998 yakni penghentian sementara, penutupan/pengecoran, sanksi pidana pasal 61 ayat 3, pada Perda 8/2007 bahwa setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan pasal 23 ayat 1 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 30 hari dan paling lama 180 hari atau denda paling sedikit 5 juta dan paling banyak 50 juta.
Selama 2010 diperoleh data, empat lokasi kegiatan usaha dikenai sanksi perdata karena kegiatan usah tersebut menggunakan air dan tidak mengurus izin. Selain itu mereka tidak membayar pajak dengan ganti rugi yang telah disetorkan ke Pemda DKI. "Sudah ada 4 perusaan yang dikenakan itu dan sudah terkumpul kurang lebih ada 1,5 milyar, yang sudah kita ambil," ungkapnya.
Rencananya program ini akan terus dilakukan guna menertibkan perusahaan atau badan usaha di wilayah DKI Jakarta. "Program ini akan berlangsung setiap hari kita akan melakukan pengawasan," imbuhnya. (MEL)