Sukses

Pernyataan Lengkap KPK soal Penetapan Tersangka Setya Novanto

Penetapan tersangka Setya Novanto setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Setya Novanto diduga telah melakukan tindakan korupsi dengan menguntungkan diri sendiri atau orang, atau korporasi dalam pengadaan proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan, keputusan penetapan tersangka diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan, sehingga diduga mengakibatkan Negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7/2017).

Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun. Atas perbutannya, Ketua Umum Partai Golkar itu disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Berikut pernyataan resmi KPK terkait penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP:

1. Setelah mencermati fakta persidangan terhadap 2 terdakwa saudara Irman dan Sugiharto dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP-El tahun 2011-2012 pada Kemendagri RI, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka.

2. KPK menetapkan saudara SN anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP Elektronik pada Kemendagri.

3. Saudara SN melalui AA diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP Elektronik.

4. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP.

5. Sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan korupsi KTP-El ini diduga sudah dilakukan sejak perencanaan yang dilakukan dalam dua tahap yaitu penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa.

6. Terhadap saudara SN melanggar pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

7. Sebagaimana disampaikan ke publik sebelumnya KPK sudah menetapkan 3 tersangka yaitu :

a. Irman Dirjen Dukcapil sudah dalam proses persidangan
b. Sugiharto Pejabat Pembuat Komitmen Dirjen Dukcapil Kemendagri juga telah melalui proses persidangan
c. AA sedang dalam proses penyidikan.

8. KPK sedang menyidik 2 perkara lain terkait ktp-E

a. tersangka MSH anggota dpr dugaan tipikor memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan, dan dalam proses persidangan dakwaan 13 Juli 2017.

b. tersangka MN anggota DPR dalam tindak pidana sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, pemeriksaan di sidang e-KTP.

9. Indikasi kerugian negara dalam kasus ini yang dihitung BPKP adalah Rp2,3 triliun karena pembayaran lebih mahal dari harga wajar atau riil dari barang2 yang diperlukan dalam KTP-E dengan rincian:

a. total pembayaran ke konsorsium PNRI dilakukan Rp4,9 triliun untuk dari 21 oktober 2011 - 30 Desember 2013
b. Harga wajar (riil) KTP-E tersebut diperkirakan Rp2,6 triliun

10. Perlu saya sampaikan kembali KPK akan terus bekerja keras menangani kasus2 korupsi. Perkembangan penanganan KTP-E akan kami sampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK kepada seluruh rakyat indonesia yang berkomitmen bersama-sama melakukan pemberantasan korupsi

11. KPK berharap publik mengawal kerja KPK termasuk penanganan KTP-e karena kami sadar masyarakat adalah pemilik KPK sesungguhnya sebenarnya.

Sebelumnya, Setya Novanto tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

Setya Novanto juga menyatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP.

"Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017. 

 

Saksikan video di bawah ini:


Â