Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla enggan berkomentar mengenai posisi Setya Novanto di Partai Golkar, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Dia menyerahkan semua urusan Setya Novanto kepada Golkar.
"Itu urusan Golkar-lah," kata Jusuf Kalla di Sentul, Bogor, Selasa (18/7/2017).
Baca Juga
Sementara itu, Partai Golkar menggelar rapat setelah KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Advertisement
Rapat ini digelar untuk memutuskan langkah strategis partai terkait penetapan pria yang akrab disapa Setnov sebagai tersangka.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Nusron Wahid tak menampik, penetapan tersangka terhadap Setya Novanto akan berdampak pada soliditas internal partainya. Oleh karena itu, penting bagi kader partainya menggelar rapat pleno untuk mencari jalan tengah dari permasalahan yang menimpa Ketua Umum Setya Novanto.
Apalagi, kata dia, ada banyak agenda politik untuk segera dijalankan. Misalnya, pilkada 2018 dan pemilihan legislatif 2019.
Di lain sisi, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengatakan, meski Setya Novanto menjadi tersangka kasus e-KTP oleh KPK, posisinya sekarang masih Ketua Umum Golkar. Dia menuturkan, dengan penetapan tersangka itu, jangan menjadi celah untuk merebutkan kursi Setnov di pucuk pimpinan Golkar dengan cara yang tidak sah.
"Jangan sampai ada yang mencoba-coba merebut kekuasaan dengan tidak sah, dengan cara-cara tidak benar. Semua ada aturannya," jelas Agung.
Setya Novanto Tersangka
KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Setya Novanto tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Dia menyatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP. "Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.
Saksikan video di bawah ini: