Sukses

Tujuh Prinsip RUU Perlindungan TKI Disepakati DPR dan Pemerintah

Komisi IX DPR RI dan BNP2TKI telah menyepakati tujuh isu krusial dalam pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN)

Liputan6.com, Jakarta Panitia Kerja Komisi IX DPR RI bersama dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi M. Hanif Dhakiri serta Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid telah menyepakati tujuh isu krusial dalam pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN).

Rapat panja ini dipimpin Ketua Komisi IX Dede Yusuf M. Effendi (F-PD) dengan didampingi Wakil Ketua Komisi IX Syamsul Bachri (F-PG), Ermalena (F-PPP) dan Saleh Partaonan Daulay (F-PAN).

Dede menyampaikan, DPR dan pemerintah sepakat akan ada badan khusus yang bertugas dalam bidang perlindungan pekerja migran. Badan itu dibentuk presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Tapi dalam menyampaikan pertanggungjawabannya kepada presiden, badan itu harus berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Tenaga Kerja.

"Mengenai keanggotaan badan ini, nantinya akan terdiri dari wakil dari kementerian terkait," ujar Dede di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, belum lama ini.

Adapun tentang tujuh kesepakatan yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut. Pertama adalah pembentukan atase ketenagakerjaan di semua negara penempatan. Atase Ketenagakerjaan ini adalah bagian dari perwakilan RI. Tugasnya pendataan, verifikasi, market intelegent, berkordinasi dengan negara penempatan. Dalam melaksanakan tugas atase ketenagakerjaan, dapat dibantu oleh perwakilan RI dan badan yang memiliki kewenangan diplomat dan menguasai bidang ketenagakerjaan.

Kedua, Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (JSPMI) diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Isu ketiga yaitu soal pembiayaan dengan prinsip zero cost, komponen biaya tidak boleh dibebankan pada pekerja migran Indonesia.

Isu keempat yakni menyangkut fungsi pelaksanaan pusat pelayanan terpadu atau layanan terpadu satu atap. Nantinya lembaga ini memberikan pelayanan sebelum dan setelah bekerja.

Kelima, Pemerintah Pusat bertanggungjawab menyediakan dan memfasilitasi pelatihan calon pekerja migran Indonesia melalui pendidikan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. Sementara tanggung jawab pemerintah daerah adalah menginformasikan job order kepada pencari kerja, pelaksana pusat pelayanan terpadu bidang pekerja migran, bersama pemerintah pusat melakukan pendidikan dan pelatihan kerja.

Keenam adalah mengenai Badan atau Kelembagaan. Pelaksanaan tugas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dilaksanakan oleh badan yang dibentuk oleh presiden. Badan dipimpin oleh Kepala Badan yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden serta berkoordinasi dengan menteri.

Badan ini merupakan LPNK yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan perlindungan pekerja migran Indonesia secara terpadu dan terintegrasi. Keanggotaan badan terdiri dari wakil-wakil kementerian atau lembaga terkait.

Ketujuh adalah pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia. Pelaksananya adalah Pemerintah Pusat, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia dan perusahaan yang menempatkan pekerja migran Indonesia untuk kepentingan perusahaan sendiri dan pekerja migran Indonesia perseorangan.

Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah juga sepakat mengenai kejelasan pembagian tugas antara regulator yaitu Kementerian Ketenagakerjaan dan operator yaitu BNP2TKI dalam perlindungan TKI. Regulator nantinya memiliki beberapa tugas, antara lain mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan dan penempatan buruh migran, melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak mereka, dan menghentikan atau melarang penempatan buruh migran ke negara tertentu.

 

 

(*)

 

 

 

 

 

 

 

 

Â