Sukses

KPAI: Negara Harus Lindungi Anak dari Pornografi dan Radikalisme

KPAI meminta untuk tidak terus memviralkan video kekerasan, perundungan, karena akan semakin merugikan anak.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam mengatakan, negara harus melindungi anak dari pornografi, radikalisme dan kejahatan berbasis dunia maya.

"Khusus pornografi merupakan kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Data tahun 2016, anak korban pornografi mencapai 587. Hal ini menduduki rangking ke-3 setelah kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus," kata Asroun di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.

Selain itu KPAI meminta pemerintah dan pemerintah daerah agar serius melakukan langkah-langkah radikal untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran anak. Apalagi dalam UU Pemerintahan Daerah, perlindungan anak merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah.

Menurut dia, ada kemajuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak, meski kasus pelanggaran anak dianggap cukup kompleks.

Respons publik terhadap isu anak saat ini semakin baik, namun belum sepenuhnya senapas dengan semangat perlindungan anak.

"Banyak video viral kasus anak, dibagi ke berbagai kalangan dengan semangat agar mendapatkan atensi. Padahal, penyebaran video kekerasan anak merupakan pelanggaran hukum," kata dia seperti dilansir dari Antara.

Untuk itu KPAI meminta untuk tidak terus memviralkan video kekerasan, perundungan, karena akan semakin merugikan anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku.

Tren kasus pelanggaran anak mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, tahun 2014 mencapai 5.066 kasus. Tahun 2015, 4.309 kasus dan tahun 2016 mencapai 4.620 kasus.

Melihat kompleksitas kasus yang ada, pekerjaan rumah cukup besar bagi Indonesia adalah bagaimana memastikan proteksi negara agar anak tidak terpapar pornografi, radikalisme serta tidak terpapar kejahatan berbasis dunia maya.

Niam mengatakan, intervensi pencegahan dan penanganan terhadap anak masih menjadi pekerjaan rumah. Banyak lembaga layanan berbasis masyarakat, namun mengalami kendala SDM, pembiayaan bahkan sarana, dan prasarana layanan.

Dampaknya, maraknya korban pelanggaran anak di berbagai titik daerah kurang mendapatkan layanan penyelesaian secara komprehensif.

"Maka, memastikan perlindungan anak berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik merupakan keharusan, agar kasus kejahatan dan pelanggaran anak di masyarakat bisa ditekan dan pembudayaan ramah anak bisa ditumbuhkan," kata Asrorun Niam.

 

Â