Liputan6.com, Jakarta - Bekas narapidana kasus terorisme dari kelompok Cibiru, Bandung, Kurnia Widodo menuturkan pengalamannya terdoktrin paham radikal hingga nyaris bergabung dengan kelompok teroris Santoso.
Widodo mengaku paham radikal ia dapatkan dari teman SMA yang notabene siswa berprestasi. Di sana dia mempelajari jihad dan mendapatkan buku-buku tentang ajaran radikal.
Advertisement
Widodo tertarik ajaran radikal lantaran apa yang menurut dia didapat di bangku sekolah, tidak sama dengan buku dan cerita temannya. Karena itu, dia berniat mempelajari dengan serius.
"Dia memberikan buku-buku, bicarakan jihad, sampai saya masuk ke NII, Negara Islam Indonesia. Itu bicara sejarahnya. Dari zaman Karto Suwiryo sampai sekarang," cerita Kurnia dalam diskusi Ngobrol Bareng Merawat Keindonesiaan, Tolak Radikalisme, Lawan Intoleransi, di Jakarta, Minggu 23 Juli 2017.
"Menurut saya dari ajaran SD, SMP, dan SMA, itu ada yang disembunyikan. Dia memaparkan pejuang Islam, sehingga saya tertarik, mengikuti paham tersebut," dia melanjutkan.
Widodo akhirnya terdoktrin pemahaman radikal hingga duduk di bangku kuliah di Institut Teknik Bandung (ITB) Fakultas Teknik Kimia. Di perpustakaan, dia mendapatkan referensi cara membuat bom.
"Belajar membuat bom dari referensi perpustakaan di ITB. Saya lihat buat bom tidak susah, dari bahan-bahan yang sederhana. Saya mencoba dan berhasil," ungkap mantan teroris itu.
Widodo pun bersyukur, upaya terornya dihentikan aparat keamanan pada 2010, pada saat temannya sudah meninggal.
"Alhamdulilah terendus aparat dan saya ketangkap. Kenapa alhamdulillah? Karena kalau enggak saya bisa melakukan hal yang lebih berbahaya lagi," dia berseloroh.
Widodo juga hampir bergabung dengan kelompok Santoso, namun urung dilakukan lantaran ia memiliki agenda lain di Bandung.
"Sebelum membom, saya pernah ketemu Santoso. Dia mengajak saya ke Poso, karena di sana tidak ada ahli pembuat bom. Tapi saya tidak bisa, karena saya ada agenda lain di Bandung," Kurnia Widodo memungkasi.
Saksikan video berikut ini: