Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya Menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri ini, sempat mangkir pada pemeriksaan 10 Juli 2017 lalu.
Laksamana Sukardi akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Baca Juga
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Tumenggung)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (26/7/2017).
Advertisement
Ini merupakan pemeriksaan ulang terhadap Laksamana. Nama Laksamana Sukardi sendiri tidak ada dalam jadwal pemeriksaan yang diterbitkan penyidik KPK hari ini. Saat tiba di Gedung KPK, dia tak memberikan keterangan apa pun kepada awak media.
Pemeriksaan terhadap Laksamana Sukardi diduga berkaitan dengan keterangannya yang menyebut masih ada obligor lain yang menerima SKL BLBI dan belum melunasi hutangnya. Keterangan tersebut diberikan Laksamana Sukardi saat penyelidikan terhadap Syafrudin masih berjalan.
Laksamana Sukardi sendiri memiliki andil dalam penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul. Dia merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Lembaga tersebut dibentuk untuk mengawasi kerja BPPN dalam mengejar pengembalian pinjaman para obligor penerima BLBI.
Saat pemberian SKL kepada Sjamsul, KKSK diketuai oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Keuangan Boediono, Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno serta Laksamana Sukardi.
Selain memeriksa Laksamana Sukardi, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Direktur PT Bhakti Investama Wandy Wira Riyadi. Serupa dengan Laksamana Sukardi, Wandy juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL itu diduga merugikan negara hingga Rp 3,7 triliun.
SKL untuk BDNI diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002. Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
KPK juga melayangkan surat kepada Sjamsul agar segera kembali ke Tanah Air guna memudahkan proses penyidikan. Sjamsul diketahui kini berada di Singapura.
Saksikan video menarik di bawah ini: