Sukses

Kejanggalan Pengusutan Kasus Novel Versi Koalisi Masyarakat Sipil

Identitas penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih misteri.

Liputan6.com, Jakarta - Identitas penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih misteri. Polisi belum bisa mengungkap pelaku kejadian 11 April 2017 itu.

Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK mengaku menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengungkapan kasus ini.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak yang tergabung di koalisi itu telah bertemu dengan Novel Baswedan di Singapura bersama Haris Azhar dari KontraS.

Hasil berbincang dengan Novel, dia meyakini, sudah banyak informasi dan barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik. Oleh karena itu, dia menyayangkan upaya polisi yang mengusut kasus itu belum menemukan titik terang.

"Tidak kurang 56 orang telah diperiksa sebagai saksi untuk dimintai keterangan, rekaman CCTV yang berada di lokasi kejadian juga sudah diambil oleh pihak penyidik, serta beberapa barang bukti lainnya yang telah diamankan oleh pihak penyidik seperti pakaian Novel Baswedan dan cangkir yang diduga digunakan pelaku dalam penyerangan tersebut," tutur Dahnil di Kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).

Dia heran dengan hasil penyelidikan polisi. Sebab, polisi mengaku tidak menemukan sidik jari pada cawan yang digunakan pelaku untuk menyiramkan air keras ke wajah Novel Baswedan. 

"Pertama, tidak ditemukannya sidik jari dalam gelas yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian yang diduga digunakan oleh pelaku penyiraman. Kita jadi menduga ada polisi berbohong. Bilangnya hanya sedikit tidak mencukupi," Dahnil menjelaskan.

Kedua, lanjut dia, Polri sebelumnya telah menangkap beberapa orang yang diduga penyerang Kasatgas Kasus e-KTP itu. Namun, tiga orang yang pernah ditangkap itu malah dilepaskan kembali.

Kepada polisi, mereka mengaku sebagai 'mata elang' atau debt collector. Tapi, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK menganggap keterangan ini janggal. Mereka mempertanyakan tujuan ketiganya berkeliaran di sekitar rumah Novel.

"Melepaskan ketiga orang tersebut dengan dalih alibi yang disampaikan oleh ketiga orang tersebut. Padahal beberapa saksi di sekitar lokasi, baik sebelum peristiwa penyerangan, menduga kuat bahwa beberapa orang yang ditangkap terlihat sering berada di sekitaran lokasi kediaman Novel dan menanyakan aktivitas Novel," kata Dahnil.

Koordinator KontraS Yati Indriyani mengatakan, kejanggalan yang ketiga ada ketidaksepemahaman pernyataan antara Mabes Polri dengan penyidik. Mereka mengamati sejumlah pernyataan Mabes Polri banyak dibantah atau direvisi oleh penyidik Polda Metro Jaya.

"Seperti terkait dengan status ketiga orang pelaku yang pernah ditangkap dan diperiksa oleh Penyidik Polda Metro Jaya itu," ujar Yati.

Keempat, mendadak muncul sejumlah ancaman terhadap anggota Komisoner Komnas HAM dalam proses usulan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Komnas HAM bersama PP Pemuda Muhammadiyah sebelumnya menginisiasi pembentukan TGPF terkait kasus penyerangan Novel. Wacana itu urung terealisasi dikarenakan ancaman tersebut.

"Dan kelima, adanya tim internal Polri yang di luar proses penyidikan, yang juga bergerak. Beberapa saksi menyampaikan bahwa pasca dilakukan proses pemeriksaan di Polres, beberapa anggota yang mengaku dari Mabes Polri juga mendekati saksi dan meminta informasi terkait dengan penyerangan terhadap Novel Baswedan," Yati menandaskan.

Menurut mereka, kejanggalan ini menunjukkan kurangnya keseriusan Polri dalam mengungkap penyerangan terhadap Novel Baswedan. Mereka menuding ada kepentingan politik di internal kepolisian sendiri.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK merupakan gabungan sejumlah organisasi dan elemen masyarakat yang prihatin dengan berbagai peristiwa yang menimpa KPK dan penyidiknya. Mereka di antaranya PP Pemuda Muhammadiyah, KontraS, ICW, LBH Jakarta, dan lainnya.

 

Saksikan video berikut ini: