Sukses

Saran Ombudsman untuk Kejagung soal Eksekusi Mati Humprey

Ombudsman juga memberikan saran kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memberikan saran kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) yang dinilai maladministrasi dalam mengeksekusi mati gembong narkoba Humprey Ejike Jefferson.

Ombudsman menyarankan agar Kejagung lebih memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII2015 tanggal 15 Juni 2016, yang menyatakan Pasal 7 Ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-undang RI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum, yaitu tentang pembatasan jangka waktu pengajuan grasi 1 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

"Ini adalah saran pertama dari kami, agar Kejagung memperhatikan putusan MK tersebut," ujar Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu di Gedung Ombudsman Kuningan Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2017).

Saran kedua dari Ombudsman adalah, Kejagung memperbaiki proses dan teknis eksekusi mati. Terutama, kata Ninik, mengenai pemenuhan hak bagi terpidana mati dan keluarganya.

"Yaitu hak atas informasi kepada keluarga terkait eksekusi mati yang dalam ketentuannya diberi waktu 3x24 jam," tutur Ninik.

Ombudsman juga memberikan saran kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ninik meminta agar PN Jakarta Pusat dapat menerapkan ketentuan teknis pengajuan peninjauan kembali (PK) tanpa adanya diskriminasi.

Humprey merupakan terpidana mati atas kasus kepemilikan heroin seberat 1,7 kilogram. Humprey tergolong bandar besar, dia ditangkap di Depok, Jawa Barat pada 2003 lalu.

Pria asal Nigeria itu lalu diputus hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan itu diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Humprey pun mengajukan kasasi, namun tetap ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Kemudian peninjauan kembali yang diajukan pada 2007 pun lagi-lagi ditolak MA.

Saksikan video menarik di bawah ini: