Liputan6.com, Jakarta - Misteri siapa penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan belum juga terkuak. Polisi masih harus bekerja keras mengungkap kasus yang terjadi 11 April 2017 lalu tersebut.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, polisi menemukan saksi cukup penting, tapi tidak mau menyebutkan namanya untuk keamanan yang bersangkutan.
Saksi tersebut, ucap Tito, melihat sekitar lima menit sebelum peristiwa. Sosok yang dilihat itu adalah seorang pria yang berdiri di dekat masjid.
Advertisement
"Sosoknya mencurigakan dan mengendarai sepeda motor," jelas Tito.
Dari keterangan tersebut, penyidik lalu membuat sketsa wajah yang diduga penyerang Novel Baswedan. Sketsa pun dibuat melalui kerja sama dengan kepolisian Australia.
"Kami bekerja sama dengan kepolisian Australia, AFP, rekonstruksi sistem komputer," ujar Tito usai bertemu Presiden Jokowi di Istana, Jakarta, Senin 31 Juli 2017.
Sketsa itu pun baru rampung dua hari lalu setelah berulang kali dibuat.
"Tingginya 167 sampai 170 sentimeter, agak hitam, rambut keriting, badan cukup ramping. Nah, kalau kita lihat ini agak berbeda dengan empat orang yang diperiksa sebelumnya," ujar Tito.
Kapolri menambahkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kasus penyerangan Novel ini dituntaskan sesegera mungkin.
"Presiden minta dituntaskan segara mungkin," ujar Tito.
Tito mengakui pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan tidak mudah. Tidak adanya bukti sidik jari pelaku, diakuinya menjadi salah satu penyebab sulitnya menangkap penyerang Novel Baswedan.
Seperti diketahui, Novel pada 11 April 2017 lalu diserang dengan air keras oleh oknum tak dikenal, usai salat Subuh berjamaah di sekitar kediamannya. Hingga kini, Polisi masih menyelidiki pihak yang melakukan hal tersebut kepada Novel Baswedan.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Â
Bentuk Tim Polri-KPK
Novel Baswedan menduga ada keterlibatan seorang jenderal polisi di balik kasus penyerangan terhadapnya.
Terkait hal itu Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku telah membentuk tim khusus untuk mengusut tudingan tersebut. Tim yang nantinya juga akan diisi oleh penyidik dari KPK itu akan terbang ke Singapura menemui Novel Baswedan.
"Sudah kami sampaikan, ini perlu ditindak lanjuti untuk mendengar langsung dari Novel. Kita sudah siapkan tim untuk berangkat ke Singapura," ujar Tito Karnavian di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 31 Juli 2017.
Tak hanya diikuti oleh penyidik Polri, rencananya tim khusus juga akan didampingi oleh Ketua KPK Agus Rahardjo atau salah satu komisioner. Namun demikian, pihaknya hingga kini belum mendapat konfirmasi dari KPK untuk terlibat dalam tim tersebut.
"Pak Agus Rahardjo berkenan dampingi tim dari Polri bersama satu Komisioner. Sehingga yang didapat pun objektif. namun konfirmasi untuk mendampingi ke Singapura belum kami terima hingga saat ini," kata dia.
Novel Baswedan beberapa kali diwawancarai sejumlah media, kerap memberikan fakta terbaru tentang pelaku penyerangan. Bahkan, Novel mengaku mendapatkan surat berisi informasi dari seseorang di
kepolisian.
Dalam kertas itu, tercantum nama dua penyidik lain di KPKÂ yang menjadi target sasaran teror. Kertas tersebut mencantumkan jelas alamat rumah, alamat rumah lama, jenis mobil, dan nomor kendaraan, serta rute pergi dan pulang kerja yang biasa dilewati.
Novel Baswedan juga beberapa kali mengungkap ada keterlibatan jenderal kepolisian dalam kasus penyerangan terhadap dirinya.
Â
Advertisement
Serukan Perlawanan
Meski kondisi mata kirinya belum sembuh secara utuh lantaran diserang air keras oleh orang tak dikenal, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tetap menyerukan semangat kepada masyarakat Indonesia dalam memberantas korupsi.
Hal tersebut disampaikan Novel melalui video yang direkam Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak, saat menjenguk Novel di sebuah rumah sakit di Singapura. Video tersebut lalu disebarluaskan Dahnil melalui akun Facebook PP Pemuda Muhammadiyah.
"Saya ingin sampaikan semangat kepada rekan-rekan semuanya. Bahwa saya tentunya dengan kejadian ini berharap tidak akan mengendur atau berkurang semangatnya," ujar Novel Baswedan dalam videonya.
Kasatgas kasus e-KTP itu justru berharap agar kejadian yang menimpa dirinya dapat menambah semangat dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
"Saya justru berharap dengan kejadian ini menambah semangat terkait dengan pemberantasan korupsi, terkait hal-hal lain yang merupakan tugas dan tanggung jawab kita semua," kata Novel.
Dia juga mengucapkan rasa terima kasihnya kepada seluruh pihak yang
telah memberikan perhatian dan mendoakannya.
"Saya ucapkan terima kasih kepada semua rekan-rekan yang telah memberikan perhatian dan dukungan tentunya dalam hal ini. Khususnya adalah dari rekan Pemuda Muhammadiyah dan tentunya rekan-rekan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu," kata Novel Baswedan dalam videonya.
Dalam kesempatan ini, Novel juga sempat menceritakan kondisi terkininya. Kasatgas kasus korupsi e-KTP itu menuturkan mata kirinya kini masih dalam tahap penyembuhan.
"Mengenai mata saya, memang sedang dalam proses penyembuhan terutama mata kiri yang prosesnya perlu waktu dan perlu ada tahapan operasi agar bisa fungsi melihatnya kembali," tutur Novel.
Usul Tim Pencari Fakta
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, pemanggilan Kapolri Jenderal Tito Karnavian oleh Presiden Jokowi bukan ranah legislatif. Tetapi kata dia, biasanya hasil pertemuan tersebut akan diberikan kepada DPR.
Kapolri dipanggil terkait kasus serangan air keras penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Novel Baswedan.
"Kapolri akan memberikan hasilnya kepada DPR, khususnya Komisi III dalam rangkaian rapat kerja dan evaluasi dalam tubuh Polri," ucap Agus di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin 31 Juli 2017.
Agus menyarankan agar Jokowi dapat membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus Novel Baswedan. Menurut dia, TPF bukanlah suatu yang mengecilkan Kepolisian tetapi dapat mempercepat pengungkapan.
Agus menjelaskan, hingga saat ini kasus Novel Baswedan belum menemukan titik terang dan memakan waktu lama.
"Tapi ini memang kompleks. Sampai saat ini belum ada kejelasan karena memang presiden tidak secepatnya mengantisipasi ini dari awal dulu," jelas Agus.
Advertisement