Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus dugaan suap sengketa Pilkada Buton di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terdakwa Bupati nonaktif Buton Samsu Umar Samiun kembali digelar Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada sidang itu, saksi Arbab Paproeka mengakui sempat bertemu Akil Mochtar di Hotel Borobudur, namun tidak berbicara soal Pilkada atau kasus yang tengah ditangani Akil.
Meski begitu, saat perjalanan pulang, Arbab mengaku teringat pertemuannya dengan Akil 6 bulan sebelumnya.
"Dalam pertemuan enam bulan lalu saya sempat basa-basi ke Akil minta tolong bantu carikan klien buat saya. Beliau (Akil) saat itu mengatakan pengacara kere, cari sendirilah," kata Arbab saat bersaksi dan menceritakan pertemuan dengan Akil di PN Tipikor, Jakarta, Rabu 2 Agustus 2017.
Advertisement
Menurut Arbab, saat itu pula, Akil sempat memberikan kartu nama kepadanya. Di balik kartu nama itu tertera nomor rekening CV Ratu Samagat. Dari situ, Arbab mengaku merasa mendapat angin segar yang seolah menjadi pintu masuknya untuk menangani perkara di MK.
"Saat itu saya hendak pulang, saya diberikan kartu nama yang ada nomor rekening di baliknya. Saya lalu bertanya maksudnya apa? Dan Pak Akil hanya menjawab masa saya harus ajarkan itik berenang. Setelah itu saya tidak lagi bertanya. Pemahaman saya inilah yang kemudian menghantarkan saya dalam masalah seperti ini," beber Arbab.
Kemudian, Arbab juga mendengar ada sengketa Pilkada Buton. Mengetahui hal tersebut, Arbab mencari kembali kartu nama itu dan juga nomor telpon Umar Samiun di HP miliknya. Namun, nomor Umar Samiun tidak tersimpan. Niatnya, saat itu ingin memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan dari sengketa Pilkada Buton yang tengah bergulir di MK.
"Saya lalu teringat Agus Mukmin yang juga teman saya. Berkali-kali saya hubungi Agus Mukmin dan bertemu dengannya dan membandingkan kasus Kota Waringin Barat dengan Buton. Tapi, Agus Mukmin mengatakan kepada saya, perkara Pilkada Buton sudah selesai dan Umar Samiun keluar sebagai pemenang Pilkada," terang Arbab.
Upaya Arbab mendapatkan nomor telepon Samsu Umar akhirnya berhasil. Dia mendapat nomor telepon terdakwa Samsu Umar dari saksi Agus Mukmin. Arbab langsung menghubungi Umar Samiun dan mengajaknya bertemu di Hotel Borobudur.
Tapi saat itu, kata Arbab, terdakwa Samsu Umar enggan bertemu. Malah terdakwa memintanya untuk menyampaikan niatnya lewat telepon saja. Namun, Arbab mengaku menolak dan ngotot ingin bertemu.
"Saya bilang ini masalah penting, tidak boleh bicara lewat telepon dan akhirnya saya meminta Pak Umar datang di Hotel Borobudur. Sampai di Borobudur sambil jalan ke musro, saya sampaikan ke Umar Samiun bahwa ada Akil di dalam. Umar saat itu kaget dan berhenti reaksinya antara ingin masuk atau tidak," jelas Arbab.
Arbab menjelaskan niatnya mengajak terdakwa Umar ke Borobudur ingin menunjukkan kedekatannya bersama Akil Mochtar.
"Waktu itu kebetulan ada acara ulang tahun dan ada banyak orang. Saya ingin memberikan kesan kepada Umar Samiun bahwa saya dekat dan kenal dengan Akil," ujar dia.
Selang beberapa menit, terdakwa Samsu Umar berpamitan. "Saya mengantarnya ke lobi hotel dan saya sampaikan nanti akan saya telepon sebentar," ungkap Arbab.
Pada malam itu juga, dia menghubungi terdakwa dan minta uang Rp 5 miliar untuk dikirimkan ke rekening CV Ratu Samagat. Tapi karena perbincangan di telepon, suara tidak terlalu jelas, akhirnya Arbab mengirimkan SMS.
"Bunyi SMS nya tolong kirimkan uang Rp 5 Miliar melalui CV Ratu Samagat. Tulis untuk pembelian hasil bumi. Tapi, dari pemberitaan yang dikirim Rp 1 miliar," ungkap Arbab.
Pasca-SMS permintaan uang yang dikirim ke terdakwa Samsu Umar, Arbab langsung putus komunikasi. Menurut Arbab, terdakwa juga tidak pernah memberikan informasi bahwa sudah mengirimkan uang Rp 1 miliar ke rekening CV Ratu Samagat.
"Makanya saya tidak pernah tahu bahwa ada uang yang dikirim ke rekening CV Ratu Samagat. Saya tahu dari berita di media. Kalau saya tahu ada uang dari terdakwa pasti saya langsung hubungi Akil ‘Bro, itu ada uang saya Rp 1 miliar, tolong ditarik untuk saya’, tapi ini kan tidak ada," Arbab memungkas.
Dakwaan Jaksa
Pada dakwaan, jaksa KPK menyebut Samsu Umar memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil, untuk mempengaruhi putusan akhir perkara MK No: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012, tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Tahun 2011.
"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan untuk diadili," kata jaksa di PN Tipikor, Jakarta, Senin 12 Juni.
Awalnya pada Agustus 2011, Samsu menjadi peserta Pilkada Buton sebagai calon bupati berpasangan dengan La Bakry sebagai calon wakil bupati. Pilkada Buton saat itu diikuti sembilan pasangan calon.
Lalu, 4 Agustus 2011 dilakukan pemungutan suara dan hasil penghitungan suara, KPU Kabupaten Buton menetapkan pasangan nomor tiga, yaitu Agus Feisal Hidayat - Yaudu Salam Adjo sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buton.
Samsu bersama calon wakil bupati dan dua pasangan calon lainnya mengajukan gugatan ke Mahakamah Konstitusi (MK). Hasilnya, keputusan KPU tersebut dibatalkan.
Pemilihan ulang pun dilakukan. Dari pemilihan ulang itu, KPU akhirnya menetapkan Samsu dan pasangannya sebagai peserta yang paling unggul dengan perolehan suara terbanyak. Tak terima dengan hasil itu, pasangan calon lainnya kembali mengajukan gugatan ke MK.
Pada 16 Juli 2012, Samsu dihubungi oleh Arbab Paproeka yang mengajak bertemu di Hotel Borobudur Jakarta dan dia menyetujuinya. Tiba di hotel, Arbab pun menyampaikan kepada Samsu bahwa Akil hadir di ruangan tersebut.
Pada malam harinya setelah pertemuan, Samsu menerima telepon Arbab yang menyampaikan adanya permintaan Akil, agar dia menyediakan uang Rp 5 miliar terkait putusan akhir dalam perkara Perselisihan Hasil Pilkada di Kabupaten Buton.
Menindaklanjuti permintaan tersebut, Samsu memberi uang Rp 1 miliar kepada Akil. Penyerahan uang dilakukan sesuai arahan yang diberikan Arbab.
Bupati nonaktif Buton Samsu Umar Abdul Samiun didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saksikan video menarik di bawah ini: