Liputan6.com, Jakarta - Julianto Sudrajat bingung saat menerima kiriman puluhan makanan yang belum dibayar. Makanan-makanan tak bertuan tersebut dikirimkan lewat aplikasi ojek online Gofood dari Gojek. Tak jelas siapa yang memesan.
Pria yang karib disapa Jajat itu lama-kelamaan resah juga dikirimi makanan belum berbayar secara bertubi-tubi. Kasus yang menimpa pegawai bank ini pun heboh.
Apalagi ternyata tak cuma Jajat yang menjadi korban. Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) Ahmad Maulana alias Dafi juga turut menjadi korban.
Advertisement
Asmara diduga menjadi latar belakang kasus order fiktif Gojek ini. Keduanya, baik Jajat dan Dafi curiga, menduga mantan kekasih mereka berdualah yang berada di balik kasus ini.
Berikut deretan cerita menarik dari kasus order fiktif yang dihimpun Liputan6.com, Rabu (2/8/2017).
1. Surat Jajat
Puluhan makanan tidak bertuan datang pada pria yang memiliki akun sosial media Facebook dengan nama Julianto Sudrajat alias Jajat. Dalam laman Facebook-nya, dia bercerita bahwa belum lama ini dirinya menjadi korban order fiktif Gojek.
Ada sejumlah pesanan makanan via Gofood yang datang dialamatkan padanya tanpa tahu siapa pengirimnya dan tanpa persetujuan.
Hasilnya, kerugian finansial dialami yang bersangkutan dan juga bahkan ke pihak Gojek sendiri. Untuk itu, dia pun menyampaikan keresahannya itu di laman Facebook-nya sambil mencari siapa pelaku yang memesan orderan fiktif tersebut.
Dalam akun Facebooknya, Jajat menulis sebagai berikut:
Assalamu'alaikum wr. Wb.
Saya Julianto sudrajat (Jajat)
Pada hari ini tgl 6 juli 2017 melalui status FB ini saya ingin mengklarifikasi masalah yg terjadi sama saya. Akhir2 ini banyak sekali pemesanan GOFOOD yg dialamatkan
ke saya. Saya sama sekali tidak pernah melakukan pemesaan GOFOOD dan merugikan GoJek.
Seseorang yg tidak suka sama saya yang melakukan order fiktif tersebut dan di tujukan ke saya. Sehingga hal ini mengakibatkan kerugian di pihak GoJek atau Driver GoJek. Saya mohon maaf atas kejadian ini. Sekali lagi saya jelaskan utk order fiktif yg terjadi akhir2 ini bukan dari saya, melainkan oleh seseorang yg tdk suka dgn saya. Kejadian ini sudah saya laporkan ke kantor polisi dan kantor PT. GO-JEK dgn laporan ID 19497686. Mudah2an pelakunya dapat tertangkap dgn cepat sehingga tdk ada lagi orang yg dirugikan seperti saya.
Sekian klarifikasi yg saya buat dgn penuh kesadaran. Sekali lagi saya mohon maaf yg sebesar2nya. Terima kasih.
Wa Alaikum salam wr. Wb.
Selain Jajat, muncul korban lain yang juga mengalami hal serupa. Dia adalah petugas Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) atau Pasukan Oranye bernama Ahmad Maulana atau Dafi. Ia mengaku mengalami nasib yang sama dengan apa yang menimpa Jajat. Dafi pun melaporkan kasus ini ke Polsek Tanah Abang.
2. Cinta Ditolak
Penyidik Polres Jakarta Timur resmi menetapkan Sugiharti atau Arti sebagai tersangka kasus order fiktif Gojek dan pencemaran nama baik terhadap Jajat serta Ahmad Maulana alias Dafi.
Dalam pemeriksaan, Arti juga mengaku berbuat itu atas dorongan rasa dendam lantaran cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Arti mengaku, motifnya sakit hati dia karena cintanya ditolak. Dendamlah dia ini ceritanya. Mengakui perbuatannya," kata Kapolres Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta pada 1 Agustus 2017.
Arti memang mengenal Julianto maupun Dafi. Keduanya sempat memiliki hubungan spesial dengan Arti. Tapi, hubungan Arti dengan Jajat dan Dafi kandas di tengah jalan.
Arti mengatakan, ia lebih dulu mengenal Jajat melalui media sosial Facebook pada 26 Desember 2016. Dari perkenalan itu, Julianto sempat menyatakan keseriusan terhadap Arti. Bahkan, Julianto sudah meminta izin bertemu orangtua Arti guna melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
"Dia sempat minta izin ketemu orangtua Arti, pengin serius sama Arti untuk menikah," kata Arti.
Hanya saja, keinginan itu kandas. Julianto tiba-tiba saja menghilang. Aplikasi pesan singkat Whatsapp dari Arti juga diblokir Julianto.
Sementara, Arti mengenal Dafi awal Ramadan Juni lalu. Dafi bahkan sudah datang ke rumah Arti dan meminta izin untuk menikahinya.
Tak berapa lama kenal, Dafi meminjam uang Rp 700 ribu dari Arti. Dafi beralasan, uang itu akan digunakan untuk membayar utang sang ibu. Arti kemudian mengirim uang Rp 200 ribu ke Dafi.
"Setelah aku transfer, WA, Facebook aku diblokir dan tinggalin aku, tidak ada kata putus. Malahan aku dijahatin, di-bully banyak orang medsos," ucap dia.
Dafi mengaku bertemu Arti di media sosial Facebook. Namun, saat bertemu foto dengan aslinya berbeda.
"(Pacaran) cuma dua mingguan. Kenal di Facebook, ketemu dekat rumahnya. Saya samperin, ternyata lain sama fotonya," kata Dafi saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juli 2017 malam.
Meski wajah Arti berbeda dengan foto di Facebook, Dafi mencoba menjalin hubungan dengan perempuan itu. Ia bahkan pernah bertemu keluarga Arti.
"Pernah ke rumahnya dua minggu sebelum puasa. Biasa saja, silaturahmi kedua orangtua," tutur dia.
Berjalan dua minggu, Dafi mengatakan Arti pernah memintanya untuk menikahi dia. Namun, Dafi belum juga menemukan rasa suka terhadap wanita itu dan memutuskan hubungan dengan Arti.
Sikap petugas PPSU yang memutuskan hubungan membuat Arti tidak suka. Apalagi Dafi pernah meminjam uang Rp 200 ribu untuk membeli kuota internet.
Dari sinilah, ujar dia, Arti mulai menerornya, meski belakangan utang itu telah dibayar. "Saya sudah bayar, tapi masih diteror. Datang makanan. Dia WA (WhatsApp)," papar Dafi.
Teror tersebut berlangsung saat bulan Ramadan Juni lalu. Pada teror pertama, Ahmad dikirimi martabak seharga Rp 300 ribu. Namun tak dibayarkan di tempat kerjanya.
Kemudian berlanjut nasi goreng seharga Rp 350 ribu yang juga tak dibayarkannya. "Yang ketiga saya bayar seharga Rp 500 ribu, lima boks (kotak)," tutur Dafi.
Dia merasa yakin teror itu dilakukan oleh Arti. Sebab saat hubungan asmaranya diputus, Dafi mendapat ancaman dari Arti.
"Dari awal mengancam. Kalau putus, kamu dapat masalah. Saya teror dari pihak online. Saya enggak tahu online apaan, dong. Ternyata Gojek, Grab Bike, sama yang mobil Gocar dipesenin itu juga, semuanya. Terus makanan dibawa ke rumah saya, sampai orangtua saya marah-marah," cerita dia.
Advertisement
3. Jajat Dipecat?
Julianto Sudrajat alias Jajat rupanya sudah tidak bekerja lagi di bank swasta usai didera kasus order fiktif Gojek. Pihak bank di Matraman tempat dia bekerja memutuskan merumahkan Jajat.
"Kantor merumahkan saya, supaya saya fokus selesaikan masalah saya dulu," kata Jajat saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (1/8/2017).
Meski dirumahkan, Jajat bukan berarti dipecat. "Masih digaji sama kantor. Jadi kalau selesai kasusnya saya bisa ngantor lagi," kata Jajat.
Jajat berharap kasus ini tidak berhenti di mediasi. Pria berkacamata ini ingin kasus yang sempat merugikannya itu tetap diproses secara hukum.
"Hukum harus tetap ditegakkan, proses hukum harus tetap berjalan," kata Jajat.
4. Coba Mediasi
Pada 1 Agustus 2017, Jajat korban kasus order fiktif Gojek dan kedua orangtuanya menyambangi Polres Metro Jakarta Timur. Mereka dipanggil setelah penyidik menetapkan Arti sebagai tersangka pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia tidak melihat Arti saat berada di kantor polisi. Namun, orangtua tersangka Arti terlihat berbincang dengan orangtua Jajat. Penyidik turut serta dalam perbincangan mereka.
"Mungkin musyawarah. Tapi kalau saya intinya tetap proses hukum," Jajat menegaskan.
Dia mengaku membuka peluang untuk melakukan mediasi. Meski demikian, semuanya diserahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. "Kalau untuk mediasi, saya tunggu instruksi polisi. Karena kita kan harus taat hukum."
Dia mengatakan, dari kejadian ini dia hanya berharap dengan ditahannya pelaku, namanya bisa bersih. Selain itu, dia juga berharap tidak ada lagi kejadian serupa menimpa dirinya.
"Biar enggak ada korban lagi. Nama saya bersih. Saya juga berharap dapat kerja lagi. Di mana saja. Karena rezeki Allah SWT yang atur," tandas Jajat.
Penyidik Polres Metro Jakarta Timur tengah menelusuri kasus order fiktif Gojek. Rencananya, polisi bakal memanggil pihak-pihak terkait kasus tersebut, yakni korban dan terduga pelaku untuk dikonfrontasi.
"Ya nanti dipertemukan, apa maksudnya, apakah kamu itu iseng apa sakit hati, masalah cinta atau gimana gitu loh," ujar Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo, Jakarta, 10 Juli 2017.
Andry menuturkan, pihaknya siap memfasilitasi mediasi antarpihak yang bertikai. Kendati, penyelidikan tetap berjalan jika laporan kasus tersebut tidak dicabut.
"Kalau nanti ada kerugian, bisa dihukum, ya dihukum. Tapi tergantung mereka nantilah, persoalan itu kan bisa diselesaikan secara baik-baik," kata dia.
"Ini kita validkan, kan orangnya udah ketemu semua, yang beli ketemu, yang dipeseni ketemu, tapi pada enggak ngaku. Jadi harus tracking di IT, jadi perlu waktu," Andry menandaskan.