Sukses

Pil Setan di Rumah Tora Sudiro

Tora Sudiro dan Mieke Amalia dalam kondisi baik di kepolisian, tapi mereka terguncang usai penangkapan di rumahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Dengan wajah gugup, Tora Sudiro menyerahkan kepingan benda berwarna silver kepada seorang polisi. Benda tersebut belakangan disebut-sebut kepolisian obat psikotropika.

Penggunaan obat inilah yang diduga membuat penyidik kepolisian mendatangi rumah Tora Sudiro di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, pada Rabu malam, 2 Agustus 2017.

Tiga strip obat yang masing-masing berisi 10 butir membuat Tora bersama istrinya, Mieke Amalia, digelandang ke kepolisian, guna pemeriksaan lebih lanjut terkait kasus dugaan penggunaan obat-obatan terlarang ini.

"Kita dapat obat, tidak banyak, hanya 30 butir," ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Iwan Kurniawan di Mapolres Jakarta Selatan, Kamis 3 Agustus 2017.

Tiba di kepolisian, Tora Sudiro dan Mieke Amalia langsung menjalani tes urine. Tes ini untuk mengetahui apakah pria bernama lengkap Taura Danang Sudiro ini mengonsumsi narkoba.

Selain tes urine, polisi juga meneliti obat-obatan yang disita di rumah Tora Sudiro, untuk memastikan obat ini termasuk jenis psikotropika yang dilarang penggunaannya.

Penangkapan mantan sound engineer ini berawal dari pengembangan kasus psikotropika sebelumnya. Kendati, polisi belum bersedia mengungkap kasus tersebut.

"Pengembangan kasus psikotropika sebelumnya," ujar Iwan.

Sementara, Kasat Narkoba Polres Jakarta Selatan Kompol Vivick Tjangkung mengatakan, penangkapan Tora Sudiro terkait pengembangan kasus tiga pekan sebelumnya.

"Ini pengembangan dari kita nangkep tiga minggu yang lalu, pengembangan saja," ucap Vivick, dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Kamis 3 Agustus 2017.

Meski menjalani pemeriksaan di kepolisian, menurut Vivick, Tora Sudiro kini dalam kondisi baik. 

Jika ternyata hasil penelitian laboratorium obat tersebut jenis psikotropika, Tora Sudiro akan ditindak hukum. Sebaliknya, jika tidak, akan segera dikembalikan.

"Bila psikotropika, penyidik akan lakukan proses gakum (penegakan hukum) pada dua orang tersebut. Bila bukan akan kita kembalikan," kata Kabagpenum Polri Kombes Martinus Sitompul, Jakarta, Kamis 2 Agustus 2017.

 

2 dari 4 halaman

Obat Dumolid

Sebanyak 30 butir obat yang disita dari rumah Tora Sudiro diduga bernama Dumolid. Obat ini merupakan jenis obat psikoaktif yang tergolong obat keras.

Dumolid mengandung zat nitrazepam dan sangat populer di kalangan remaja. Sebetulnya, obat penenang ini digunakan untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan tidur atau insomnia.

Obat ini juga diresepkan pada mereka yang mempunyai riwayat depresi, agar membuat mereka lebih mudah istirahat dan tidak terlalu lama terjaga.

Ahli Kimia Farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Drs Mufti Djusnir MSi, Apt mengatakan, sebenarnya Dumolid sudah tidak beredar di Indonesia. Jika obat ini masih ditemukan saat ini, tentunya berasal dari pasar gelap.

"Dumolid sempat populer di era 1990-an. Tapi karena banyak disalahgunakan, akhirnya pemerintah menarik Dumolid dari peredaran. Sekarang, nama paten Dumolid sudah tidak beredar," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis 3 Agustus 2017.

Berbicara soal efek samping, pemakaian obat jenis ini bisa menekan sistem saraf pusat. Artinya, obat ini memaksa otak yang masih bekerja untuk beristirahat seketika.

"Pemakaian menahun akan menyebabkan memori (ingatan) melemah," kata Mufti.

Soal kandungan, dumolid mengandung benzodiazepin. Sebuah zat yang memiliki kandungan kimia yang bisa membantu penderita depresi untuk beristirahat.

"Masih ada obat dengan kandungan benzodiazepine yang teregistrasi di Indonesia. Tapi pemakaiannya harus dengan resep dokter. Tapi kalau Dumolid sudah tidak beredar," jelasnya.

Mufti menilai, Dumolid yang ditemukan bersama Tora, bisa jadi hanya tiruan.

"Mungkin yang jual nawarin. Ini loh Dumolid yang dulu populer itu," ujar saksi ahli kasus ratu ekstasi, Zarima, ini.

BNN, kata Mufti, tidak secara khusus menangani peredaran gelap Dumolid. Jika BNN menemukan di lapangan ketika ada operasi, biasanya akan diserahkan ke kepolisian atau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Mungkin karena aparat tengah gencar berantas narkotika, ada yang coba-coba edarkan obat seperti ini. Modus peredaran obat terlarang memang terus berubah, " sebutnya.

3 dari 4 halaman

Status Terperiksa

Meski polisi menyebut kondisi Tora baik-baik saja, keduanya masih shock pasca-penangkapan. Baik Tora maupun Mieke belum bersedia berbicara banyak pada pengacaranya, Razman Nasution.

"Tadi diminta kerabat untuk ke sini melihat kondisi Tora dan Mieke. Mereka masih shock, belum bisa ngomong apa-apa, tadi baru bisa dites urine," ujar Razman, yang ditunjuk keluarga untuk mendampingi Tora dalam kasus ini, di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Kamis, 3 Agustus 2017.

"Masih shock mereka, tidak bisa ngomong, BAP saja belum bisa, stres mereka," dia melanjutkan.

Razman mengatakan, pihaknya tengah mengusahakan hak-hak hukum Tora Sudiro dan Mieke tetap terpenuhi. Menurut dia, sekali pun nanti terbukti sebagai tersangka, mereka masih ada hak yang dijamin undang-undang.

"Sudah pesan kepada Bu Kasat agar hak-hak beliau dijaga, agar semua dijamin undang-undang," kata Razman.

Saat ini, kata Razman, Tora Sudiro dan Mieke masih berstatus sebagai terperiksa. Polisi belum dapat merilis status hukum mereka hingga hasil tes urine ketahuan hasilnya.

"Polisi baru bisa kasih perkembangan kronologis besok, sekarang baru terperiksa statusnya. Tes urine juga belum ada hasilnya," jelas Razman.

4 dari 4 halaman

Pegawai Asuransi

Tora Sudiro lahir di Jakarta, 10 Mei 1973 adalah seorang aktor, musikus, pelawak, sekaligus produser. Sebelum terjun ke dunia perfilman, Tora adalah pekerja asuransi, sound engineer, dan periklanan.

Bahkan, aktor bernama lengkap Taura Danang Sudiro ini pernah sekolah di Selandia Baru untuk belajar ilmu sound engineer. Tora kemudian beralih ke dunia akting lewat film pertamanya, Tragedi.

Lewat film Arisan! yang dibintanginya bersama Surya Saputra, Cut Mini, Aida Nurmala, dan Rachel Maryam, Tora Sudiro mulai naik daun.

Berkat film tersebut, Tora Sudiro berhasil meraih Piala Citra sebagai aktor pemeran utama terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2004. Pada 2005 dan 2006, ia juga memenangi Piala Panasonic Award sebagai aktor terfavorit.