Liputan6.com, Jakarta - Keluarga pria yang diduga pencuri amplifier di Kampung Cabang Empat, RT 02/01, Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, mengutuk keras tindakan main hakim sendiri yang menewaskan M Alzahra alias Joya (30)
Warga Kampung Kavling Jati, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara itu tewas dengan cara dianiaya lalu dibakar hidup-hidup oleh warga. Joya dituduh mencuri tiga amplifier atau pengeras suara di Musala Al-Hidayah pada Selasa, 1 Agustus 2017 petang.
"Sampai saat ini, saya tidak percaya suami saya melakukan itu. Saya tidak terima, perbuatan mereka tega, tidak berperikemanusiaan," kata Siti Jubaida (25), istri korban, saat ditemui di rumahnya, Kamis (3/8/2017).
Advertisement
Siti yang tengah mengandung 6 bulan itu menyebutkan, sebelum kejadian tragis tersebut, suaminya berpamitan hendak menjual sejumlah amplifier dan speaker kepada konsumennya. Almarhum, sambung dia, memang dalam kesehariannya mencari nafkah dengan membuka usaha reparasi perangkat pengeras suara di rumahnya.
Usaha kecil-kecilan itu telah dilakukan Joya jauh sebelum membangun bahtera keluarga bersama Siti. Caranya dengan berkeliling dari kampung ke kampung untuk menawarkan jasa dan keahliannya mengutak-atik speakers setiap hari.
"Keluarga kami bisa makan dari reparasi salon speaker. Usaha ini udah lama, ada 4 tahun. Kadang dia jual ke Cileungsi, kadang ke Jakarta. Tapi mayoritas pelanggannya dari online juga," jelasnya.
Saat kejadian, kata Siti, suaminya sempat menelepon dan bercerita jika dia dalam perjalan pulang. Ia pun mengira jika suaminya tersebut menyempatkan diri untuk mampir ke musala setempat untuk melaksanakan salat.
Apalagi, almarhum memang dikenal sebagai sosok yang selalu tepat waktu menjalankan ibadah dan salat lima waktu. Keluarga pun menegaskan jika Joya adalah korban salah sasaran.
"Dia jam 11 siang keluar membawa speaker. Memang setiap hari dia keluar untuk dagang. Nah, sorenya dia sempat telepon, bilang dalam perjalanan pulang. Saya mengira jika suami saya sambil membawa alat-alatnya dan mampir ke musala untuk salat. Karena takut hilang, dia bawa ke dalam. Entah bagaimana dia lalu disebut maling," jelas Siti.
Siti, ibu dari Alif (4) dan tengah mengandung anak kedua itu, berharap agar orang-orang yang terlibat dalam penganiayaan dan pembakaran suaminya dapat diproses secara hukum. Hal ini terkait beredarnya kabar, bahwa kasus yang menewaskan Alzahra alias Joya dihentikan oleh pihak kepolisian.
"Walaupun ada surat yang saya teken, entah isinya apa itu, saya dan keluarga meminta para pelaku bisa diproses secara hukum, nggak boleh berhenti. Karena membunuh orang, apapun alasan, tidak benar. Ini negara hukum. Dibakar begitu kan biadab namanya," harap Siti.
Siti mengaku mengetahui kejadian nahas itu pada pukul 22.00 WIB. "Saat itu saya shock dan bingung, saya diminta teken sejumlah kertas, saya nggak tahu isinya apa-apa saja, saya orang nggak sekolah, buat biaya antar suami dari RS Polri saja, saya nggak punya uang, yah saya teken, karena di otak saya hanya ada satu, bagaimana agar suami saya segera pulang dan dimakamkan, itu saja," lanjut dia.
Lebih jauh, Siti mengaku sempat menonton detik-detik suaminya dianiaya, seperti yang marak beredar di sejumlah media sosial. Kata dia, ada satu video yang isinya menyebut jika tak ada satupun amplifier atau alat pengeras suara milik Musala yang dicuri oleh korban.
"Saya nonton salah satu video di YouTube yang ada suaranya warga. Warga itu berteriak teriak, jika ampli di Musala masih ada. Orang itu teriak teriak, masih ada, masih ada, nggak dicuri. Saya nggak kuat nontonnya, walaupun benar suami saya lakukan itu, yah jangan digituin," ujar Siti dengan berlinang air mata.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Dikenal Rajin Ibadah dan Peduli
Tewasnya Alzahra (30), dengan cara dianiaya lalu dibakar hidup-hidup oleh warga, membuat para kerabat dan tetangganya naik pitam. Mereka geram, lantaran korban semasa hidupnya dikenal ramah dan kerap berbuat baik terhadap lingkungan.
"Dia itu rajin salat, bahkan dia itu sering jadi muazin. Dia orangnya rempong, kalau nggak ada kerjaan benerin sepeker, dia suka buat kaligrafi, suka buat donat terus dia dijual, suka juga buat motor-motoran terus pada dipakai bocah-bocah sini," kata M Darta, Ketua RT di kampung korban.
Darta yang juga Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Musala Baitur Rohman, tempat korban biasa beribadah, mengatakan Alzahra atau Joya sering memberikan tenaga dan rezekinya kepada masyarakat. Terakhir, kata dia, korban memberikan dua microphone kepada warga.
"Tiga bulan lalu dia berikan 2 mic ke Musala, kalau ada instalasi yang rusak, dia juga suka benerin. Anaknya baik banget, nggak ada cacat," jelas Darta.
Karenanya, semua warga mengaku tidak percaya akan peristiwa pencurian yang diduga dilakukan oleh Alzahra. Warga meminta agar para pelaku pengeroyokan dan pembakaran yang menyebabkan korban tewas secara tragis itu diproses seadil-adilnya.
"Saya heran, itu ketua RT-nya pada kemana, marbotnya pada kemana. Kok nggak bisa bawa pelaku ke polisi. Jika memang dia melakukan itu, yah enggak begitu juga. Ini kok dibakar hidup-hidup gitu, tega banget," sesal Darta.
Rumah korban pun terus dibanjiri para pelayat. Sementara anak korban, Alif (4), tak henti-hentinya berlarian bersama teman sebayanya. Dia bercerita, setiap ayahnya pulang berkeliling berdagang amplifier, almarhum sering mengajaknya berkeliling naik motor dan bermain di sebuah tanah lapang tepat di depan rumah mereka.
"Biasanya bapak di situ, jadi Supedemen (Superman)," kata Alif dengan suara cadel. Alif mengetahui ayahnya diperlakukan tidak baik oleh sejumlah orang dari gambar dan video yang ia lihat dari ponsel tetangganya.
"Memangnya bapak saya ayam apa, dibakar entu (begitu)," ucap Alif polos.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Advertisement