Sukses

Akhir Tragis Tukang Amplifier Dibakar Hidup-Hidup

Sebelum tewas dibakar massa, Joya sempat menelepon istrinya. Dia berpesan akan segera pulang.

Liputan6.com, Jakarta - Air mata telah mengering di pipi Siti Jubaida, istri pria yang dituduh mencuri di musala Kampung Cabang Empat, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Perempuan 25 tahun itu masih tidak percaya dengan kabar yang didengarnya, sang suami pencuri amplifier.

Tak pernah terbersit di benaknya untuk berburuk sangka kepada M Alzahra alias Joya (30). Pria yang tewas dihakimi massa itu dikenalnya sebagai sosok taat beribadah. Dia dia masih tidak percaya sang suami tewas dengan cara yang sadis, dibakar hidup-hidup karena tudingan mencuri amplifier musala.

Siti menuturkan, Joya sempat menelepon sebelum kejadian berlangsung. Suaminya menyampaikan sedang dalam perjalanan pulang ke Kampung Kavling Jati, RT 04/05, Nomor 141, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara.

Dia menduga, suaminya menyempatkan diri untuk mampir ke musala setempat untuk melaksanakan salat.

"Dia jam 11 siang keluar membawa speaker. Memang setiap hari dia keluar untuk dagang. Nah, sorenya dia sempat telepon, bilang dalam perjalanan pulang. Saya mengira jika suami saya sambil membawa alat-alatnya dan mampir ke musala untuk salat. Karena takut hilang, dia bawa ke dalam. Entah bagaimana dia lalu disebut maling," tutur Siti saat ditemui di rumahnya, Kamis 3 Agustus 2017.

Siti yang tengah mengandung 6 bulan itu menyebutkan, sebelum kejadian tragis itu, suaminya sempat pamit hendak menjual sejumlah amplifier dan speaker kepada konsumennya. 

Joya, sambung dia, memang dalam kesehariannya mencari nafkah dengan membuka usaha reparasi perangkat pengeras suara di rumahnya.

Usaha kecil-kecilan itu telah dilakukan Joya jauh sebelum membangun bahtera keluarga bersama Siti. Caranya dengan berkeliling dari kampung ke kampung untuk menawarkan jasa dan keahliannya mengutak-atik speakers setiap hari.

"Keluarga kami bisa makan dari reparasi salon speaker. Usaha ini udah lama, ada 4 tahun. Kadang dia jual ke Cileungsi, kadang ke Jakarta. Tapi mayoritas pelanggannya dari online juga," ujar dia.

Dikeroyok Hingga Dibakar Hidup-hidup

Peristiwa nahas yang dialami Joya memang tragis, Kasat Reskrim Polres Bekasi AKBP Rizal Marito menyebut, kejadian bermula ketika korban menumpang salat di musala Desa Sukatenang, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa 1 Agustus 2017 kemarin.

Selesai salat, Joya meninggalkan musala menggunakan sepeda motor. Namun, dia terlihat membawa serta sebuah amplifier yang diduga adalah inventaris musala tersebut.

"Penjaga musala langsung ngejar dan diteriakkin maling," kata Rizal ketika dihubungi Liputan6.com, Jumat (4/8/2017).

Sontak, warga yang mendengar langsung ikut mengejar. Dia ditangkap di Pasar Muara, Bekasi, dan langsung dikeroyok, bahkan dibakar hidup-hidup.

Rizal Marito menyebut, bersama Joya ditemukan beberapa amplifier. Salah satunya, memang amplifier musala tempat dia menumpang salat.

2 dari 3 halaman

Buru Pembakar Joya

Polres Bekasi telah memeriksa tujuh orang saksi yang diduga terkait pengeroyokan. Namun, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Kita tetap akan mencari tahu siapa pelaku dari pembakaran pria hidup-hidup tersebut," ujar Kapolres Metro Bekasi Kombes Asep Adi Saputra di Bekasi, Jumat (4/8/2017).

Dia menambahkan, penyelidikan akan terus digelar mengingat kasus ini melibatkan banyak orang.

"Pelaku pengeroyokan sedang kita selidiki. Prosesnya mulai penyelidikan dulu siapa saja yang mengetahui peristiwa tersebut. Tidak boleh main hakim sendiri, apalagi tindakan yang tidak punya rasa kemanusiaan," ujar Asep Adi Saputra.

Asep menegaskan, walau terbukti mencuri, namun aksi warga yang mengeroyok Joya hingga dibakar hidup-hidup merupakan tindakan yang keji.

"Aksi main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan, apalagi hingga menimbulkan korban jiwa," kata  Asep.

Pencuri Atau Korban Salah Sasaran?

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Joya diduga pencuri pengeras suara Musala Al Hidayah, Kampung Cabang Empat RT 02/01, Hurip Jaya, Babelan.

Dugaan tersebut berdasarkan keterangan dua saksi, yaitu dari pengurus musala Al-Hidayah, yang menyatakan M Alzahra alisa Joya (30) mengambil pengeras suara Musala.

"Diduga keras peristiwa itu terjadi, diduga keras bahwa itulah pelakunya," ujar Kapolres Bekasi Kabupaten Kombes Asep Adi Saputra Asep, di Mapolres Bekasi Kabupaten, Kamis 3 Agustus 2017.

Para saksi, kata Asep, telah memperhatikan gerak-gerik Joya. Joya tertangkap tangan benar adanya membawa sejumlah amplifier dan dimasukkan ke dalam jok motor.

"Saksi menjelaskan, bahwa orang tersebut datang menggunakan motor dan memang benar membawa amplifier lainnya sebanyak dua buah ada di motornya, itu benar," kata dia.

Melihat itu, saksi kemudian menegur pelaku. Namun, Joya yang merupakan tukang reparasi pengeras suara malah diketahui kabur.

"Pelaku berhasil lolos, tetapi dikemudian hari pelaku bertemu dengan pengurus musala ditanyakan amplifier-nya di mana, balikin mau dipakai ada kegiatan, tetapi pelaku langsung melarikan diri sehingga warga melakukan pengejaran, hingga terjadilah amuk masa dan pelaku tewas," kata Asep.

Asep mengatakan, dari barang bukti, olah tempat kejadian perkara, dan keterangan saksi-saksi, Joya diduga kuat mencuri.

"Kami menyimpulkan bahwa benar adanya dugaan atas peristiwa tersebut. Dan dugaan terhadap pelaku yang mengambil itu juga semakin kuat dengan fakta-fakta itu," jelas Asep.

Meski demikian, Kapolres tetap tidak membenarkan aksi main hakim sendiri. Terlebih mengakibatkan tewasnya orang lain.

3 dari 3 halaman

Mengapa Warga Sangat Sadis?

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri, menyayangkan aksi pembakaran terduga pencuri amflifier di Bekasi, Selasa 1 Agustus 2017 kemarin.

Dia berpendapat, aksi brutal warga di Pasar Muara, Bekasi itu dikarenakan tidak hadirnya hukum di tengah masyarakat. Artinya, penegakan hukum tidak mampu memenuhi prinsip keadilan.

"Masyarakat lantas menciptakan hukum dan menjadi aparat penegak hukum. Namun, dengan cara yang bertentangan dengan hukum itu sendiri," kata Reza kepada Liputan6.com, Jumat (4/8/2017).

Aksi vigilantisme atau main hakim sendiri itu, menurut Reza, terjadi karena rasio jumlah polisi dengan masyarakat yang harus dilayani, tidak proporsional. Idealnya, 1 polisi melayani 300 hingga 400 orang. Sementara berdasarkan data Mabes Polri, perbandingan saat ini masih berada di angka 1 berbanding 750.

Reza menambahkan, apa pun status korban pembakaran hidup-hidup di Bekasi, dia tidak seharusnya dikeroyok sampai meninggal. Apalagi saat ini, istri korban tengah hamil 6 bulan dan memiliki anak balita.

"Apa pun status orang yang dibakar tersebut, faktanya dalam waktu dekat akan ada anak yatim yang lahir ke muka bumi," sebut Reza.

Reza pun menghimbau negara untuk memperhatikan nasib keluarga korban dan calon anaknya yang akan lahir dalam waktu dekat. Itu karena, UUD 1945 mengamanatkan, fakir miskin dan anak terlantar harus dipelihara oleh negara. Selain itu, kitab suci umat Islam, Alqur'an, juga mengajarkan agar anak yatim selalu dimuliakan.

"Anggaplah mereka sangat peduli pada amplifier yang hilang dari masjid. Sekarang, akankah mereka juga peduli pada anak yang kehilangan ayahnya? Semoga Allah memuliakan anak itu," harap Reza.

Video Terkini