Sukses

Polisi: Kasus Ujaran Kebencian Umumnya Pesanan

Dari hasil interogasi, didapatkan bahwa tersangka sengaja mengunggah konten berbau SARA, hate speech, maupun hoax karena pesanan.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah tersangka kasus dugaan hate speech atau ujaran kebencian lewat media sosial ditangkap penyidik Direktorat Siber Bareskrim Polri. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran menduga, mereka yang terjerat ujaran kebencian tersebut sengaja mengunggah konten berbau kebencian maupun SARA karena pesanan.

Hal ini, kata Fadil, berkaca pada penangkapan Faizal Muhamad Tonong, Kamis 21 Juli 2017. Dari hasil interogasi, didapatkan bahwa tersangka sengaja mengunggah konten berbau SARA, hate speech, maupun hoax karena pesanan.

"Umumnya pesanan," kata Fadil di Bareskrim Polri, gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Selasa (8/8/2017).

Fadil menduga, sejumlah tersangka lain kasus hate speech juga melakukan hal yang sama. Termasuk yang terakhir kali ditangkap, Sri Rahayu Ningsih atau Sasmita. Hanya saja, Fadil mengaku masih terus mendalami dugaan tersebut.

"Dugaan ini masih terus didalami ya. Kemungkinan seperti itu tetap ada," ucap dia.

Sri Rahayu ditangkap Satgas Patroli Siber Polri di kawasan Cianjur, Jawa Barat, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 dini hari. Penangkapan dilakukan terkait sejumlah unggahan Sri yang berbau permusuhan, SARA, dan hoax.

Unggahan berupa gambar dan tulisan di akun Facebook Sri ini diketahui berisi beragam konten kebencian. Antara lain konten SARA terhadap Suku Sulawesi dan Ras China, penghinaan terhadap presiden, parpol, ormas, serta konten hate speech, dan berita hoax.

Penangkapan dilakukan setelah penyidik menggandeng sejumlah ahli bahasa. Akibat ulahnya itu, Sri Rahayu dijerat Pasal Pasal 45 ayat 2 Jo pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 16 Jo Pasal 4 b1 UU Nomor 40 Tahun 2006 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Saksikan video berikut ini: