Liputan6.com, Jakarta Senyum simpul terlihat dari delegasi Mahkamah Konstitusi Malaysia, Raus Sharif. Pasalnya, delegasi Malaysia telah dinobatkan sebagai Presiden baru dari Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institution (AACC) atau yang lebih dikenal Mahkamah Konstitusi se-Asia.
Penetapan Malaysia sebagai presiden memang sudah menjadi topik pembahasaan asosiasi tersebut di Bali pada 2016. Namun, saat itu Malaysia tidak bisa menyanggupi karena masalah internal. Maka dari itu, Indonesia menjabat kembali sampai 2017.
Baca Juga
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Indonesia, karena mau menjabat kembali padahal tahun lalu semestinya kami yang menjabat tetapi tidak bisa,” ujar Raus Sharif, Selasa (8/8/2017) di Hotel Alila, Solo.
Advertisement
Sebagai Presiden AACC, lanjut Raus Sharif, Malaysia akan menerima mandat tersebut dengan suka cita dan akan melanjutkan kerja yang sudah dilakukan Indonesia sebagai presiden sebelumnya.
“Banyak rancangan yang sudah dibuat oleh Indonesia. Tentu kami akan melanjutkannya dan mengembangkanya,” imbuh Raus Sharif.
Ia menjelaskan, salah satu yang perlu dikembangkan dari asosiasi MK se-Asia itu adalah perluasan anggota baru dari negara-negara yang ada di Asia.
“Kami akan terus mengembangkan dan memperbaiki yangsudah dibuat Indonesia untuk AACC. Mulai dari mengajak anggota baru untuk ikut forum dan menambah ahli yang terkait mengenai konstitusi,” imbuh Raus Sharif.
Tak lupa, ia juga memberikan pujian bagi Arief Hidayat sebagai Presiden sebelumnya karena mampu memberikan hasil postif bagi asosiasi MK se-Asia itu.
“Menurut saya tidak ada kritikan yang patut diberikan kepada Arief Hidayat. Malah saya sangat berterima kasih,” tutur Raus Sharif.
Untuk kedepannya, lanjut Raus, bakal ada pertemuan AACC selanjutnya yang akan diadakan di Malaysia tahun depan. Tentu hal itu akan terus membahas perkembangan yang sudah ada di AACC, seperti sekretariat permanen yang ada di 3 negara. Mulai dari Indonesia, Korea Selatan, dan Turki.
“Dengan begitu, kami akan terus mengibarkan bendera asosiasi ini, supaya bisa berkembang dan maju. Ia juga menegaskan akan terus bekerjasama dengan delegasi lainnya agar bisa menjalin mengenai konstitusi," ujar Raus.
Sementara itu, mengenai pemilihan presiden AACC yang baru diputuskan melalui pandangan beberapa negara delegasi. Setelah itu Malaysia bersedia menjadi Presiden AACC yang baru.
“Prosesnya hanya 3 menit. Saya unggkapkan mengenai Malaysia yang memang akan menjadi pimpinan yang baru, lalu saya meminta pandangan dari Turki. Lalu Malaysia bersedia,” imbuh Arief Hidayat.
Mengenai anggota baru, lanjut Arief Hidayat, menilai bahwa ada dari beberapa negara yang memberikan sinyal positif akan bergabung. Mulai dari Laos dan Timor Leste. Selain itu, ia mengatakan akan mengajak pula Singapura dan India.
“Kami akan mengandeng mereka karena negara itu mempunyai lembaga yang demokratis,” ujar Arief Hidayat.
Mengenai Presiden AACC yang baru, lanjut Arief Hidayat, nantinya presiden yang baru yaitu MK Malaysia akan mempunyai peran mengenai perluasaan anggota AACC.
“banyak negara di Asia. Namun, belum semuanya yang menjadi anggota AACC. Maka dari itu diharapkan pimpinan yang baru bisa memperluas keanggotaan asosiasi ini,” ujar Arief Hidayat.
Walaupun sudah tak menjabat lagi, Indonesia tetap punya andil diasosiasi tersebut. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang ditetapkan sebagai sekretariat permanen.
“AACC sudah mempunyai kantor di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, pengelolaan website AACC juga dilakukan di Jakarta,” tutur Arief Hidayat.
Arief Hidayat melanjutkan, pada saat pertemuan Pertemuan Dewan Anggota (Board of Member Meeting) setelah mendapatkan Malaysia sebagai presiden selanjutnya, sudah ada calon lain di periode selanjutnya.
“Catatan lain dari pertemuan itu bahwa nanti setelah Malaysia ada pula selanjutnya yang menjadi presiden ialah Kazakhstan, lalu setelah Kazakhstan, Mongolia dan Thailand,” ujar Arief Hidayat.
(*)