Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan kasus pembakaran M Alzahra atau Joya (30) di Bekasi, Jawa Barat terus bergulir. Upaya polisi untuk membongkar kasus ini serta meringkus pelaku semakin kencang. Karena itu, sepanjang Rabu kemarin, polisi kembali menangkap tiga tersangka baru.
"Hari ini kami menetapkan tiga tersangka, jadi sudah lima tersangka yang ditahan," kata Kapolres Metro Bekasi Kombes Asep Adi Saputra di Mapolda Metro Jaya, Rabu 9 Agustus 2017.
Ketiga tersangka itu berinisial AL, KR, dan SD. "Dari tiga ini, saudara SD yang menonjol. Dia berperan membeli bensin, menyiram sekaligus membakar MA," kata Asep.
Advertisement
Penetapan ketiga tersangka pembakaran ini sudah melalui proses penyelidikan dan penyidikan kepolisian.
Asep menambahkan, polisi pun terpaksa menembak kaki tersangka SD. Pasalnya, dia sempat mencoba melarikan diri.
"Untuk saudara SD (27), yang perannya menyiram dan membakar korban, terpaksa harus kami tindak tegas dengan menembak bagian kaki. Karena saat hendak menunjukkan pelaku lain, mencoba melarikan diri," jelas Asep.
Dia mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda beda. Seperti AL yang berperan memukul dan menginjak-injak kepala korban.
"Kalau KR, dia memukuli perut dan punggung korban. Dia juga yang teriak 'yang enak mah maling digebukin'," ujar Asep.
Sementara SD berperan paling sadis dalam aksi main hakim sendiri ini. SD berperan membeli bensin, menyiramkan ke tubuh korban, dan membakarnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, motif pengeroyokan dan pembakaran tersebut adalah reaksi spontan massa. Tidak ada unsur perencanaan yang sistemik dalam aksi tak manusiawi itu.
"Termasuk saudara SD yang membeli bensin, menyiram dan membakar korban itu karena terbakar emosi saat itu. Sehingga dia lupa akhirnya berbuat sangat kejam terhadap MA (korban)," ucap Asep.
Para pelaku dijerat Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana kekerasan secara bersama-sama atau pengeroyokan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun.
"Persoalan nanti berapa tahun (hukumannya) akan dikenakan kepada tiap pelaku sesuai perannya, nanti dalam persidangan ditentukan," jelas Asep.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto juga memastikan pihaknya akan memburu orang yang mengunggah video tersebut ke dunia maya.
"Kami teliti siapa yang meng-upload pertama kali. Kami mencari, tim siber kami sedang bekerja," kata Setyo di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri ini menyayangkan beredarnya video tersebut. Oleh karena itu, Setyo meminta masyarakat agar tidak lagi menyebarluaskan video penganiayaan dan pembakaran tersebut.
"Kami harapkan yang begitu enggak usah diupload. Karena coba kita bayangkan, itu salah satu saudara kita diperlakukan seperti itu pasti kita enggak mau. Kedua harus dilihat sisi kemanusiaan. Ini manusia dibuat seperti itu," ucap Setyo.
M Alzahra alias Joya tewas setelah dituduh mencuri amplifier di Musala Al Hidayah, Bekasi. Pria 30 tahun itu meninggal setelah warga menganiaya dan membakarnya hidup-hidup di Pasar Muara Bakti, Babelan, Bekasi, Jawa Barat, pada 1 Agustus 2017.
Saksikan video berikut ini:
Drama Pembongkaran Makam
Tim Disaster Victim Identification (DIV) Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Bidokes) Polda Metro Jaya bersama Forensik RS Polri, menggali makam M Alzahra atau Joya (30), ayah dua anak yang tewas dibakar massa karena dituduh mencuri amplifier di Bekasi, Jawa Barat.
Penggalian dilakukan di Tempat Pemakaman Umun (TPU) Kedondong, BTN Buni Asih, Kampung Kongsi, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Proses ini untuk mengetahui penyebab pasti kematian Joya.
Pantauan di komplek pemakaman, warga terlihat sudah memadati lokasi tempat dimakamkannya Joya. Makin siang, warga makin berkerumun. Mayoritas mereka merupakan kaum ibu dan mengaku penasaran dengan langkah Polres Metro Bekasi yang membongkar pusara Joya setelah sepekan dimakamkan.
Bahkan, sebagian dari mereka rela duduk menunggu berjam-jam dan lebih dulu dari jadwal pembongkaran makam, yaitu pukul 08.00 WIB, Rabu 9 Agustus 2017.
Proses pembongkaran makam Alzahra atau Joya memang menyita perhatian warga. Ratusan warga berbondong-bondong mendatangi TPU Kedondong ini. Saking banyaknya warga yang datang, 20 anggota Polsek Cikarang Utara dan 10 anggota Sabhara Polres Metro Bekasi diterjunkan menjaga proses pembongkaran makam.
Sementara itu, Siti Jubaida (25), dan putranya Alif Saputra (4) beserta keluarga memilih untuk berdiam diri di kediamannya. Dia mengaku tak kuasa melihat makam suaminya dibongkar untuk keperluan autopsi. Hanya terlihat ayah kandung dari Joya, Asmawi yang ada di lokasi.
"Enggak ingin aja, Mas. Takut enggak kuat, takut ada apa-apa sama kandungannya," kata Pandi, mertua korban kepada Liputan6.com di lokasi.
Kuasa hukum keluarga Joya, Abdul Chalim Sobri membenarkan jika pembongkaran tersebut membuat keluarga korban trauma. Mengingat, peristiwa pemukulan dan pembakaran terhadap korban di Pasar Muara Bakti, Babelan, baru sepekan terjadi.
"Keluarga masih shock. Di agamanya, perempuan tidak harus datang ke makam," ujar Abdul.
Dia mengatakan, pembongkaran dilakukan untuk mencari bukti tambahan, yakni untuk menyelidiki penyebab kematian Joya, sepekan korban dimakamkan pada Rabu 2 Agustus 2017 pagi.
"Ini demi kepentingan hukum, maka kita memberikan pemahaman. Bukan pemaksaan. Apakah korban dipukul meninggalnya, apakah karena dibakar baru meninggal. Atau apakah sudah meninggal, setelah itu dibakar," jelas Abdul Chalim.
Sedangkan menurut Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi AKBP Rizal Marito menyatakan, pembongkaran dilakukan untuk menyelidiki penyebab kematian Joya. Keputusan autopsi dilakukan sesuai permintaan keluarga.
Dia menambahkan, istri korban, Siti Jubaida (25), sebelumnya sempat menolak jasad suaminya divisum. Sebab, keluarga khawatir nantinya dimintai biaya tambahan oleh pihak rumah sakit. Selain itu, keluarga juga mengaku awam berurusan dengan pihak kepolisian.
"Autopsi ini setelah adanya masukan dari kuasa hukum yang meminta dilakukan autopsi," jelas Rizal.
Advertisement
Dunia Pelototi Kasus Joya
Insiden pria dibakar hidup-hidup yang dituduh mencuri amplifier di musala Kampung Cabang Empat, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi ternyata juga menuai keprihatinan dunia.
Melalui artikel "Man accused of stealing speakers from mosque beaten and burned alive by angry mob in Bekasi", media Filipina Coconut mengangkat kisah tersebut. Menuliskan bahwa pada hari nahas itu, pria berusia 30 tahun bernama Alzahra alias Joya itu hendak meninggalkan Musala Al Hidayah dengan tiga amplifier.
Media Malaysia, Astro Awani, yang dikutip Rabu (9/8/2017), mengulas pendapat sang anak tentang ayahnya yang menjadi korban pembakaran melalui artikel "Why was dad grilled like a chicken?".
Alif Saputra, putra sulung M Alzahra alias Joya masih sulit melupakan sosok ayahnya sepekan kepergian almarhum. Bocah berusia 4 tahun itu kerap menanyakan keberadaan sang ayah yang tewas dibakar hidup-hidup oleh warga.
Ia kerap bolak-balik mencari keberadaan ayahandanya yang meninggal akibat ulah massa setelah menuduhnya mencuri amplifier.
Menurut istri korban, Siti Jubaida (25), putranya itu sejatinya belum mengerti arti kematian. Alif hanya suka bertanya, mengapa ayah yang bekerja sebagai tukang reparasi sound system tersebut diamuk dan diperlakukan tak manusiawi.
Pertanyaan itu dilontarkan saat Alif dan ibunya menyekar pusara Alzahra alias Joya. "Abi kok dibakar, emang ayam," kata Jubaida menirukan ucapan Alif.
Secara perlahan, perempuan yang tengah mengandung 6 bulan itu meneteskan air matanya. "Saya tak kuat, ia ngomong itu terus," ucap Jubaida.
Media Malaysia lainnya, The Star, membuat video singkat terkait peristiwa tragis tersebut.
Dari Nigeria, Premium Times, juga ikut mengangkat kisah tragis tersebut. Melalui tulisan "Indonesian mob set man on fire for stealing mosque amplifier", diulas bagaimana peristiwa itu terjadi.
M Alzahra alias Joya tewas mengenaskan. Joya menjadi korban amukan massa dan dibakar hidup-hidup setelah dituduh mencuri amplifier Musala Al-Hidayah di Babelan, Bekasi.
Dia meninggalkan istri yang tengah hamil dan seorang putra berusia 4 tahun. Bocah itu kerap menanyakan keberadaan sang ayah. Sang istri, Jubaidah meminta kepada penegak hukum agar para pengeroyok yang menewaskan Joya diproses secara adil.