Liputan6.com, Jakarta - Diasingkan dan dijauhkan dari rakyatnya menjadi bagian dari perjuangan berat Presiden pertama RI Sukarno. Dari daerah ke daerah, dari penjara ke penjara telah dilalui oleh Bung Karno sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.
Bengkulu menjadi salah satu tempat pengasingan Bung Karno setelah berpindah dari Ende, Nusa Tenggara Timur. Setelah lima tahun diasingkan di Ende, Belanda memindahkan Bung Karno ke Bengkulu. Belanda khawatir wabah malaria mengancam nyawa Bung Karno. Â
Tekanan untuk memindahkan Bung Karno dari Ende disuarakan para tokoh di Batavia, salah satunya Mohammad Husni Thamrin. Thamrin yang saat itu anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Hindia Belanda meminta pemerintah Belanda segera memindahkan Bung Karno dari Ende.
Advertisement
"Kami meminta tuan bertanggung jawab terhadap kesehatan Bung Karno. Sukarno sakit parah, bila Sukarno meninggal, Indonesia dan dunia akan menunding Tuan sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini," ucap Thamrin kepada pimpinan Volksraad.
Belanda pun akhirnya memindahkan Bung Karno. Dipilihlah Bengkulu sebagai tempat pengasingan selanjutnya.
Setiba di Bengkulu, Bung Karno menggambarkan kota tersebut saat itu sebagai kota yang masyarakatnya masih feodal, tapi mempunyai suasana alam yang cukup indah.
"Masih sangat kolot, orang-orang perempuan menutup rapat-rapat tubuhnya. Mereka jarang menemani sang suami.," ucap Bung Karno, dikutip dari Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.
Bung Karno mengaku ingin mengubah pola pikir masyarakat yang disebutnya sangat kolot. Karena itu, dia banyak menyampaikan gagasan dan pemikiran baru di hadapan masyarakat. Sebagian masyarakat menerima, tapi ada saja yang menolak. Bung Karno bersedih karena adanya penolakan itu.Â
"Ini sangat menyedihkan bagiku, terutama karena aku benar-benar membutuhkan perkawanan," kata Bung Karno.
Sebagian masyarakat yang dapat menerima perubahan, banyak yang menjadikan Bung karno sebagai tempat bertanya. Pertanyaan yang diterima mulai dari urusan rumah tangga, soal agama, hingga minta mencarikan suami bagi gadis yang belum menikah.Â
Untuk persoalan yang terakhir, Bung Karno punya cerita tersendiri, ayah dari Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri itu mengaku punya daftar ratusan anak gadis yang ayahnya minta dicarikan suami kepadanya.
"Aku mempunyai satu daftar terdiri dari 300 gadis seperti itu. Kukira aku adalah satu-satunya kepala negara yang juga mengatur urusan perkawinan," kata Bung Karno.
Setiap Tamu Diawasi Intel Belanda
Banyaknya masyarakat yang mendatangi Bung Karno, rupanya membuat pemerintah Belanda gusar. Belanda khawatir pengaruh Bung Karno kepada masyarakat Bengkulu menimbulkan perlawanan terhadap pemerintah.
Belanda akhirnya mengawasi setiap tamu yang menemui Bung Karno. Setiap orang yang datang diinterogasi dan dipantau pergerakannya.
"Rumahku terus diawasi polisi kolonial, siang dan malam. Setiap tamu namanya dicatat, esoknya dipanggil untuk ditanyai," kata Bung Karno.Â
Kebijakan itu membuat warga takut menemuinya. Namun, ada satu orang yang tetap berani menemui Bung Karno. Orang tersebut dia anggap sebagai sahabatnya selama di Bengkulu.
"Dia sahabatku satu-satunya, Kepala Sekolah Rakyat. Dia sering datang, meski tahu selalu diawasi. Dia suka datang bersama anak gadisnya yang masih kecil," ucap Sukarno.
Setelah menjadi Presiden, Bung Karno pun tak lantas melupakan sahabatnya itu. Saat sedang sakit keras, Bung Karno menemuinya dan menanyakan apa yang bisa ia lakukan untuknya.
"Dia hanya menjawab, 'Tolonglah keluargaku, kalau aku sudah tidak ada lagi. Bimbinglah anak gadisku'. Pesan itu kulaksanakan, aku bahkan mencarikan suami untuk anaknya itu," ujar Bung Karno.
ÂAdvertisement