Sukses

Menag Lukman: Bos First Travel Harus Segera Dibawa ke Pengadilan

Kasus First Travel diharapkan jadi pelajaran berharga bagi para calon jemaah umrah agar senantiasa cermat memilih biro perjalanan.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi terus mengusut kasus dugaan penipuan yang dilakukan bos PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendukung penuh langkah tersebut.

"Saya dukung penuh Polri untuk mengusut tuntas kasus First Travel. Pemilik First Travel harus bertanggung jawab dan tak boleh lepas tangan atau melemparkan tanggung jawabnya ke pihak lain," tegas Menteri Lukman di Jakarta, Minggu (20/8/2017).

“Kasus ini harus segera dibawa ke pengadilan agar hukum bekerja secara adil dalam menyelesaikan masalah ini,” sambung dia dalam keterangan tertulis.

Menurut Menteri Lukman, melalui putusan hukum atas kasus ini, diharapkan keadilan ditegakkan. Ia berharap kasus First Travel ini juga bisa menjadi pelajaran berharga bagi para calon jemaah umrah agar senantiasa cermat, teliti, dan kritis dalam memilih Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau biro travel umrah.

“PPIU agar benar-benar amanah dalam melayani jemaah melakukan perjalanan ibadah ke Baitullah,” pesan Menag.

Kementerian Agama secara resmi telah menjatuhkan sanksi administratif pencabutan izin operasional PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sanksi itu ditetapkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per tanggal 1 Agustus 2017.

Saat ini, Kementerian Agama sedang mengkaji kemungkinan diterbitkannya aturan tentang batas minumum harga untuk para calon jemaah umrah. Aturan itu nantinya diharapkan dapat menjadi acuan bagi para agensi perjalanan.

"Pemerintah sedang mengkaji dan mendalami, plus minus manfaat mudarat dari perlu tidaknya batas minimal biaya umrah," ujar Menag.

Selama ini, kata Menteri Lukman, aturan itu sebenarnya sudah ada. Hanya saja dalam bentuk batas minimal layanan, bukan batas biaya minimal.

"Jadi selama ini yang sudah diterapkan adalah batas minimal pelayanan yang harus diterima oleh jemaah. Itu sudah ditetapkan, misalnya hotelnya seperti apa, pesawatnya seperti apa, dan lain lain," jelas Lukman.

Saksikan tayang video menarik berikut ini: