Sukses

4 Temuan Fantastis Kasus First Travel

Dalam penyelidikan, polisi mengungkapkan fakta terbaru yang fantastis di balik kasus First Travel.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi terus menyelidiki kasus penipuan dan penggelapan First Travel terhadap dana jemaah umrah. Hingga kini, Crisis Center First Travel di Bareskrim Polri, Gambir, telah menerima 4.043 aduan dari korban penipuan. Crisis Center ini dibuka sejak 16 Agustus 2017.

"Jumlahnya sudah 4.043 laporan. Yang terbesar kemarin, jumlahnya 2.280 aduan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (22/8/2017).

Dalam kasus ini, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan tiga tersangka, yang merupakan bos PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel.

Tak hanya itu, penyidik juga menyita sejumlah aset milik ketiga tersangka. Di antaranya, rumah mewah di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat; sebuah butik di kawasan Kemang, Jakarta Selatan; beberapa unit mobil mewah; dan aset-aset lainnya.

Dalam penyelidikan, polisi mengungkapkan fakta terbaru yang fantastis di balik kasus First Travel. Hal itu disampaikan dalam jumpa pers yang digelar di Bareskrim Polri, Jakarta. Apa saja? Berikut fakta-fakta fantastis tersebut.

Saksikan tayang video menarik berikut ini:

2 dari 5 halaman

Beli Aset di Inggris

Tak hanya diduga membeli sejumlah aset berupa mobil dan rumah mewah di Indonesia, bos PT First Travel ditengarai telah membelanjakan uang yang dikumpulkan dari ribuan orang jemaah untuk membeli aset di luar negeri. Salah satunya, aset di Inggris berupa restoran.

"Itu bukan cabang (First Travel), menurut tersangka dia beli restoran di Inggris, ini salah satu aset juga," kata Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Polisi Herry Rudolf Nahak, di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.

Penyidik, kata Herry, saat ini tengah mendalami terkait aset yang berada di Inggris tersebut. Pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang ada sedang dilakukan.

"Kami sedang mengecek. Pertama dari dokumen yang dimiliki terkait kepemilikan restoran di sana," beber Herry.

3 dari 5 halaman

Ajak Artis

Untuk menarik minat masyarakat menggunakan jasanya, PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel mengajak artis. Mereka disebut-sebut turut diberangkatkan umrah First Travel secara cuma-cuma.

Dalam situs resmi milik First Travel, ada nama penyanyi Syahrini yang direkrut untuk mempromosikan umrah murah. Tak tanggung-tanggung, dalam keberangkatan umrah kali ini, Syahrini memboyong 18 anggota keluarga.

"Memang ada beberapa artis yang diberangkatkan FT, itu adalah bagian dari promo," kata Herry Rudolf Nahak di Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa.

Namun, Herry menganggap strategi itu merupakan modus penipuan yang digunakan bos First Travel. Apalagi, kata Herry, para artis itu kerap tampil di sejumlah media mengiklankan umrah First Travel.

"Menurut mereka itu promo, tapi bagi saya itu adalah modus penipuannya. Tujuannya tetap untuk mendapatkan jemaah sebanyak-banyaknya, sehingga dia bisa dapat uang lebih banyak," ucap Herry.

4 dari 5 halaman

Utang Fantastis

Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melansir utang perusahaan Firts Travel. Perusahaan jasa perjalanan umrah itu disebutkan memiliki utang dengan jumlah yang cukup fantastis.

Herry Rudolf Nahak mengatakan, dari pendataan dokumen yang didapat penyidik, jumlah calon jemaah umrah promo terdaftar dari Desember 2016 hingga Mei 2017 mencapai 72.682 orang.

"Semuanya sudah bayar," kata Herry di Bareskrim, Selasa.

Dari jumlah itu, yang sudah diberangkatkan mencapai 14 ribu orang. Sementara yang belum diberangkatkan 58.682 orang.

Bila dihitung kerugian, mereka yang membayar saja mencapai Rp 839.152.600.000. Setiap orang dimintai Rp 14,3 juta untuk perjalanan umrah yang dijanjikan ditambah paket sewa pesawat Rp 9,5 miliar atau jumlah per calon jemaah Rp 2,5 juta.

Jadi, total jumlah jemaah yang belum berangkat adalah 58.682 orang dikali Rp 14,3 juta ditambah Rp 9,5 miliar. Totalnya Rp 848.700.100.000.

Selain ke para calon jemaah umrah, First Travel juga berutang ke beberapa rekanan mereka. Seperti utang tiket yang belum dibayar sebesar Rp 85 miliar, ke provider yang menyiapkan visa Rp 9,7 miliar, hotel di Mekah dan Madinah mencapai Rp 24 miliar.

"Ada tiga hotel di Mekah dan Madinah," ujar Herry.

5 dari 5 halaman

Dana Triliunan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menelusuri dan menganalisis transaksi keuangan dari PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) terkait kasus dugaan penggelapan uang jemaah umrah. Hasilnya, First Travel berhasil mengumpulkan dana senilai triliunan rupiah sejak 2011.

Hal ini disampaikan Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin saat wawancara khusus dengan Liputan6.com di kantornya, Selasa.

"Kami sudah mulai memantau sekitar Juni 2017, setelah kasus (First Travel) mencuat," ujarnya.

Kiagus lebih jauh mengatakan, PPATK telah menelusuri transaksi keuangan First Travel dan rekening pasutri yang menjadi pimpinan biro jasa umrah itu, Andika Surachman dan Annisa Hasibuan, periode 2011 sampai Juni 2017.

"Kami lakukan penelurusannya bukan dari (transaksi keuangan) Juni 2017 saja, tapi dari 2011. Jadi semua transaksi dari 2011 sampai Juni 2017," tegas mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan itu.

Dari hasil pelacakan sementara, diakui Kiagus, penghimpunan dana jemaah umrah First Travel mencapai nilai triliunan rupiah, namun tidak sampai puluhan triliun rupiah. Sayangnya, ia enggan menyebut secara spesifik jumlah uang yang terkumpul dari puluhan ribu jemaah.

"Ya triliunan rupiah saja, tidak sampai puluhan triliun. Uang triliunan rupiah itu dari pengumpulan dana di 2011. Tapi kami tidak bisa memberikan jumlahnya karena bersifat rahasia," ucap dia.

Ia mengungkapkan, uang jemaah First Travel yang terkumpul diketahui penggunaannya mengalir untuk memberangkatkan jemaah ke Tanah Suci, diputar lagi untuk investasi, serta dibelikan aset untuk kepentingan pribadi bos First Travel.

"Kan ada dana masuk dari peserta, dan ada penggunaannya. Dana itu digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pengiriman jemaah ke Tanah Suci, ada yang digunakan untuk investasi, dan untuk membeli barang dan jasa yang bersangkutan sendiri," kata Kiagus.