Sukses

Mahfud MD: Radikalisme dan Peredaran Narkoba Bagian Proxy War

Mahfud menyatakan Indonesia hampir tak menghadapi serangan fisik bersenjata, tapi diserang dengan benih-benih perpecahan.

Liputan6.com, Purwokerto - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mensinyalir tumbuhnya radikalisme dan peredaran narkoba di Indonesia merupakan bagian dari proxy war atau perang modern.

Indonesia, menurut dia, hampir tak menghadapi serangan fisik bersenjata. Namun, upaya pelemahan bangsa Indonesia dilakukan dengan meniupkan benih-benih perpecahan lewat media sosial dan blog-blog untuk dikonsumsi warganet.

"Sekarang ini ancaman fisik kepada Indonesia tidak ada. Tidak ada sekarang ini negara lain menyerang Indonesia dengan kekuatan bersenjata. Sekarang ini antara lain yang terjadi adalah proxy war," kata Mahfud saat menjadi pembicara dalam kuliah umum mahasiswa baru Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Selasa, 22 Agustus 2017.

Mahfud mengakui, masih ada pihak-pihak yang berkepentingan agar di Indonesia terjadi konflik. Mulai konflik horizontal berupa pertentangan golongan, agama, dan ras, hingga rencana memisahkan diri dari NKRI.

"Radikalisme, peredaran narkoba. Itu bagian dari proxy war. Dipecah-pecah melalui media sosial. Dipecah-pecah melalui isu agama," ujar dia.

Sementara narkoba, menurut Mahfud, banyak digerakkan sindikat internasional. Itu sebabnya, generasi muda diminta untuk menjauhinya. Sebab, narkoba merupakan bagian dari proxy war untuk melemahkan Indonesia, terutama generasi muda.

Saksikan tayang video menarik berikut:

2 dari 2 halaman

Narkoba Bahaya

"Makanya jangan sekali-kali membeli narkoba. Itu sangat berbahaya. Jika seseorang sudah tergantung kepada narkoba itu sudah tidak memiliki masa depan," Mahfud menerangkan.

Menurut Mahfud, benih perpecahan Indonesia itu dapat ditangkal jika bangsa Indonesia menyandarkan falsafah hidupnya pada pancasila. Pancasila mengakomodasi seluruh suku dan agama yang ada di Indonesia, sejak awal Republik Indonesia didirikan.

"Nilai-nilai universal Pancasila tetap relevan untuk menangkal menguatnya sentimen keberagaman," kata pria yang juga anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Pancasila Presiden Bidang Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-KIP) ini.

Dia menerangkan, keberagaman Indonesia tercermin dari banyaknya suku bangsa yang ada di Indoneesia. Kata Mahfud, Indonesia terdiri dari 17.540 dengan 1360 suku bangsa dan 726 bahasa. Namun, rakyat Indonesia bersatu dalam Pancasila yang menjadi filsafat hukum negara yang berazas menghargai perbedaan dan menunjung tinggi keberagaman.