Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Mereka melakukan pengecekan fisik terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westlan (AW) 101.
Pantauan Liputan6.com, ada sekitar enam orang penyidik KPK mengenakan masker yang mondar-mandir di sekitaran Heli AW 101. Mereka didampingi petugas dari POM TNI sambil sesekali melakukan percakapan.
Baca Juga
Salah satu penyidik KPK terlihat menunjuk sejumlah bagian Heli AW 101, seperti pintu dan jendela. Petugas TNI lantas tampak menjelaskan sambil penyidik melihat berkas dokumen terkait capung besi itu.
Advertisement
Heli AW 101 itu terparkir di Skadron Teknik (Skatek) Lanud Halim Perdanakusuma. Selain helikopter itu, ada dua buah pesawat jenis Casanova dan satu Hercules yang sedang dalam proses perawatan berkala.
Pembelian Helikopter AW-101 tidak disetujui Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Heli ini dibanderol dengan harga sekitar Rp 715 miliar dan diduga merugikan negara hingga Rp 220 miliar.
Tetapkan Tersangka
Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan tersangka baru kasus pembelian helikopter jenis Augusta Westland (AW)-101 yang diduga merugikan negara hingga Rp 224 miliar.
Tersangka berinisial SB yang merupakan mantan Asisten Perencana untuk mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna.
"Penyidik kembali melakukan penetapan tersangka dan meningkatkan proses penyelidikan menjadi penyidikan terhadap Marsekal Muda TNI SB yang dalam perkara ini pernah menjabat Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara," kata Danpuspom TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko usai mendampingi Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Rapimnas Hanura, Bali, Jumat (4/8/2017).
Dia menuturkan, SB merupakan salah satu inisiator dalam pembelian helikopter tersebut.
Dodik menegaskan, penyidikan masih terus berlanjut dan pihaknya sudah mengantongi bayangan inisiator kasus ini dengan menggali dari keterangan berbagai saksi.
"Kami kejar terus di mana inisiator pembelian ini sampai bisa terjadi," jelas Dodik.
SB dikenakan sejumlah pasal, yakni Pasal 103 KUHP Militer, yaitu memerintahkan melanjutkan pengadaan walaupun sudah ada perintah presiden selaku panglima tertinggi TNI, baik secara langsung disampaikan maupun surat resmi yang ditandatangani Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pertahanan, dan Panglima TNI untuk menghentikan pengadaan pembelian Heli AW 101.
SB juga dijerat menyalahgunakan wewenang jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 126 KUHP Militer dengan cara memengaruhi pejabat-pejabat di bawahnya untuk melakukan sesuatu atau mengabaikan sesuatu yang prinsip tapi dianggap tidak penting.
Advertisement