Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap sindikat penebar ujaran kebencian Saracen. Hasil penyidikan dan penyelidikan sementara, kepolisian sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus penebar kebencian ini.
Hasil penyelidikan dan penyidikan dari ketiga tersangka JAS, MFT, dan SRN ini ditemukan fakta-fakta mencengangkan. Mulai dari struktur organisasi yang rapi dan operasional yang apik.
Polisi juga menemukan berkas atau dokumen tarif yang dipasang untuk sebuah pesan kebencian yang nantinya siap disebar di media sosial. Soal harga, cukup fantastis. Mulai dari puluhan juta hingga seratusan juta.
Advertisement
Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan, anggota sindikat Saracen telah memiliki beragam konten hate speech sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka kemudian menawarkan produk itu dalam sebuah proposal.
"Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah," ujar Irwan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Namun, Irwan tidak membeberkan siapa saja sasaran pasar jual beli konten hate speech dan SARA ini. Polisi enggan berspekulasi mengenai kemungkinan adanya politikus yang menjadi pemesan konten terlarang itu.
"Masih dalam pendalaman. Tapi kurang lebihnya seperti itu (melalui sistem pemesanan)," kata dia.
Berkaca pada kasus Saracen ini, Kasubag Operasional Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri, Ajun Komisaris Besar Susatyo Purnomo, mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya akan sebuah informasi.
"Ini sebagai sebuah edukasi bahwa tidak semua berita yang diterima itu benar. Harus bijak dan cerdas. Terutama para admin grup juga harus hati-hati apabila dalam grupnya terdapat unggahan yang provokatif terlebih isu SARA," tulis Susatyo dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, JAS berperan sebagai ketua kelompok Saracen, MFT sebagai koordinator bidang media dan informasi, dan SRN sebagai koordinator grup wilayah.
JAS ditangkap di Pekanbaru, Riau, pada 7 Agustus 2017, sedangkan MFT ditangkap di kawasan Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017. Adapun, SRN ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017.
"Barang bukti yang disita dari JAS ada 50 SIM card berbagai operator, 5 hardisk CPU, 1 HD laptop, 4 ponsel, 5 flashdisk, dan 2 memory card. Dari MFT 1 ponsel, 1 memory card, 5 SIM card, dan 1 flashdisk. Dari SRN 1 laptop plus hardisk, 2 ponsel, 3 SIM card, dan 1 memory card," ujar Irwan.
Berikut lima fakta sindikat Saracen hasil pengungkapan kepolisian yang membuat tergangga:
Beroperasi Sejak 2015
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber AKBP Susatyo Purnomo mengatakan, Saracen sudah mulai beroperasi sejak 2015.
Mereka menerima pesana ujaran kebencian dan selanjutnya disebar melalui media sosial.
"Kelompok Saracen memiliki struktur sebagaimana layaknya organisasi pada umumnya dan telah melakukan aksinya sejak November 2015," kata Susatyo, Rabu 23 Agustus 2017.
Polisi masih menyelidiki pihak lain yang pihak-pihak lain yang terhubung dengan Saracen, baik kelompok maupun pemesannya.
Advertisement
Harga Selangit Ujaran Kebencian
Tidak murah untuk menebar kebencian. Buktinya, Saracen mematok tarif capai Rp 100 juta untuk sebuah pesanan ujaran kebencian.
"Dapat diibaratkan itu seperti pasar, ada penjual ada pembeli. Dia menawarkan itu senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta, itu atas proposal ya," kata Kasubag Operasional Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri, Ajun Komisaris Besar Susatyo Purnomo di Mabes Polri.
Ujaran kebencian yang sudah dikemas sedemikian rupa itu nantinya disebar di jejaring sosial. Saracen tercatat memiliki akun mencapai ratusan ribu untuk membantu tebar kebencian.
Saracen Terorganisasi Rapi
Saracen tidak bergerak tidak sembarangan. Ada sususan organisasi dan hierarki rapi dalam setiap operasi menebar kebencian.
"Kami katakan sindikat, karena ini memiliki struktur yang mirip dengan organisasi pada umumnya," kata Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar.
Saracen memiliki struktur atau hierarki rapi. Mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, bidang informasi, IT, grup wilayah, dan sebagainya.
"Jadi, ini sebagai seperti sebuah sindikat. Tidak lagi perbuatan orang per orang," jelas Irwan.
Advertisement
Libatkan 800 Ribu Akun
Ada sekitar 800 ribu akun yang berkaitan dengan grup Saracen. Konten-konten kebencian dan hoax tersebar dengan begitu mudahnya di media sosial, sekalipun pembuatnya tak saling kenal.
Bahkan konten hinaan terhadap Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang dibuat oleh pelajar SMK bernama M Farhan Balatif (18), melalui akun Facebook bernama Ringgo Abdillah, tersebar di 'pasar' Saracen.
"Sehingga diibaratkan grup-grup media sosial itu adalah seperti pasar. Di mana para pembuat meme, narasi, gambar, dan sebagainya diposting di grup, kemudian pelaku ini muncul dan M begitu saja," ujar Kasubag Operasional Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri, Ajun Komisaris Besar Susatyo Purnomo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
(Apriana Nurul Aridha)
Saksikan video di bawah ini: