Sukses

Suap Dirjen Hubla Kemenhub Gunakan Modus Baru Kartu ATM

KPK menyatakan ada empat ATM dari tiga penerbit yang sedang dalam penguasaan Dirjen Hubla Tonny Budiono.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono sebagai tersangka suap proyek. Dia diduga menerima uang sejumlah Rp 20 milir terkait proyek pekerjaan pengerukan pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menuturkan, ada modus baru dalam kasus suap terhadap Dirjen Hubla Tonny Budiman. Komisaris PT Adhi Guna Keruktama, Adiputra Kurniawan selaku penyuap menyerahkan uang dalam bentuk kartu ATM.

"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama lain yang diduga fiktif. Lalu, pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi (Adiputra) menyerahkan sejumlah uang pada rekening tersebut secara bertahap. Penerima (Tonny) menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," papar Basaria di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2017).

Dari kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT), KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu ATM yang totalnya Rp 20 miliar.

Basaria mengatakan ada empat ATM dari tiga penerbit yang sedang dalam penguasaan Tonny Budiono. Selain itu, Basaria memaparkan ada 33 tas yang disita oleh KPK dari berbagai pecaham mata uang asing.

"33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang Rupiah, USD, Poundsterling, Ringit Malaysia senilai total Rp 18,9 miliar bentuk cash dan dalam rekening bank mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 miliar. Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Dirjen Hubla adalah sekitar Rp 20 miliar," jelas Basaria.

Selain Dirjen Hubla Tonny Budiono, KPK juga menetapkan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (PT AKG) Adiputra Kurniawan sebagai tersangka kasus proyek di Kemenhub tersebut.

 

Saksikan video di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Suap Pengerukan Pelabuhan

KPK menduga pemberian uang dari Adiputra sebagai komisaris PT AKG kepada Antonius terkait dengan pekerjaan pengerukan pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Adiputra disangka KPK melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Sementara, Tonny Budiono sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Â