Sukses

KPK Sita Sejumlah Dokumen Terkait Kasus Suap Panitera PN Jaksel

KPK melakukan penggeledahan selama dua hari di empat lokasi terkait kasus suap Panitera PN Jaksel.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus suap terhadap Panitera pasa PN Jakarta Selatan. KPK melakukan penggeledahan selama dua hari di empat lokasi.

"Pada Kamis 24 Agustus 2017, tim penyidik menggeledah empat lokasi selama lima hingga enam jam di Rumah milik tersangka YN (Yunus Nafik), rumah saksi, Kantor PT ADI di Sidoarjo Jawa Timur. Juga Ruang kerja tersangka TMZ (Tarmizi), Panitera Pengganti di Kantor PN Jakarta Selatan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Jumat (25/8/2017).

Sementara, pada hari ini, penyidik melakukan penggeledahan di rumah tersangka Tarmizi di daerah Depok Jawa Barat. "Dari lokasi, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik," jelas Febri.

Tarmizi sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Yunus Nafik dan kuasa hukumnya Akhmad Zaini (AKZ).

PT ADI menyuap panitera pengganti dengan uang sejumlah Rp 425 juta agar perkara perdata yang menyangkut perusahaan itu dapat ditolak. Atas dugaan inilah, KPK menangkap tangan empat orang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kasus ini bermula atas gugatan perdata oleh EJFS ke PT ADI atas perkara cedera janji karena tidak menyelesaikan tugas sesuai waktu sehingga mengakibatkan kerugian.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Minta Ganti Rugi

Penggugat meminta ganti rugi sebesar US$ 7,6 juta dan 131 ribu dolar Singapura.
Untuk mengamankan kasus, AKZ selaku kuasa hukum PT ADI membuat kesepakatan dengan panitera pengganti PN Jakarta Selatan TMZ untuk menyerahkan uang sebesar Rp 425 juta. Uang ini diserahkan agar gugatan ditolak.

Putusan akan dilakukan 21 Agustus 2017 setelah beberapa kali ditunda.
Penyerahan uang pun dilakukan bertahap menggunakan transfer. Pertama 22 Juni 2017 sebesar Rp 25 juta sebagai dana awal operasional. Kemudian, 16 Agustus 2017 sebesar Rp 100 juta dengan disamarkan sebagai pembayaran DP tanah.

KPK mengungkap penyerahan terakhir dilakukan pada 21 Agustus 2017 sebanyak Rp 300 juta. Uang itu disamarkan sebagai pelunasan pembayaran tanah.