Sukses

Polisi: Sindikat Saracen Bajak Akun untuk Sebarkan Kebencian

Pudjo mengungkapkan, sementara ini, sindikat Saracen menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial karena motif ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Analis Kebijakan Madya bidang Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, jaringan Saracen, sindikat penyebar ujaran kebencian cukup besar. Jaringan tersebut terdiri dari inti, pendukung, dan followers atau pengikut.

"Secara umum, akun yang masuk atau terlibat dalam Saracen ini dan grup-grup lainnya itu 800 ribu akun dengan inti mereka menyatakan mereka sendiri langsung mengendalikan 2.000 akun, berarti ada akun yang dibuat follower masing-masing," ujar Pudjo di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2017).

Dia menjelaskan, agar bisa langsung dapat followers atau pengikut, maka Saracen melakukan hijack atau membajak akun lain. Akun lain tersebut, sudah memiliki banyak followers atau berpotensi memiliki banyak followers.

"Mereka akui untuk dapat follower dengan cepat melakukan hijack account," ucap Pudjo.

Pudjo mengatakan, ada kemungkinan korban akun yang dibajak tersebut akan dipanggil oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan.

"Bisa jadi yang di-hijack bisa memiliki platform pola pikir yang negatif atau kelompok yang suka share juga ataupun mungkin mereka memang kelompok yang netral. Tapi mereka (Saracen) lihat akun yang punya potensi follower besar," papar Pudjo.

 

Saksikan video di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Motif Ekonomi

Pudjo mengungkapkan, sindikat Saracen ini menyebar ujaran kebencian melalui media sosial karena motif ekonomi. Pembuatan Saracen ini sesuai dengan pesanan untuk menyebarkan ujaran kebencian.

"Mereka ini motif ekonomi, dalam arti kalau kita lihat ada supply dan demand. Jadi, mereka lihat pasar, kayak orang musim hujan jualannya sekoteng," terang dia.

Pudjo menjelaskan, yang menjadi tugas besar dari pihak kepolisian sekarang ini adalah bagaimana proses manajemen dari Saracen ini.

"Juga gimana proses rekrutmen anggota dan kendali operasinya. Masih banyak yang masih menjadi pertanyaan untuk proses penegakan hukum ini," tutur Pudjo.

Â