Sukses

Memberantas Kejahatan Siber di Indonesia

Data kepolisian mencatat sepanjang 2016 terdapat 1.207 kasus kejahatan siber.

Patroli Indosiar, Jakarta - Petugas Bareskrim Polri meringkus lima tersangka grup 'Saracen' yang dituding menyebar kebencian di media sosial. Polisi juga meringkus seorang pelaku penyebar kebencian terhadap pejabat negara.

Seperti ditayangkan Patroli Siang Indosiar, Minggu (27/8/2017), dua kasus itu menambah panjang rentetan kejahatan siber di Indonesia.

Dalam upaya memberantas kejahatan siber yang terus terjadi di Indonesia, Bareskrim Mabes Polri menangkap lima orang tersangka yang dituding sebagai penyebar kebencian berbau SARA di media sosial.

Dari hasil penyelidikan sementara ke-lima tersangka memiliki peran masing-masing dalam grup Saracen. Jasriadi, salah satu tersangka yang diduga berperan sebagai Ketua Saracen adalah spesialis pengelolaan akun dunia maya.

Dalam aksinya, tersangka menyiapkan proposal khusus bagi kliennya dengan tarif sekitar Rp 72 juta untuk menjalankan jasa kampanye kebencian via media sosial. Ujaran kebencian itu akan diunggah melalui ribuan akun buatan mereka di media sosial.

Namun tersangka berdalih ribuan akun yang dibuatnya bukanlah untuk menyebarkan ujaran kebencian, melainkan untuk membuat iklan bisnis rental mobil dan jasa les privat. Ia mengatakan ujaran kebencian hanya dilakukan oleh oknum dalam grup Saracen.

Selain para tersangka, penyidik sudah mengantongi beberapa nama yang menjadi klien Saracen yang telah menggunakan jasanya.

Penangkapan terhadap para pelaku penyebar kebencian di dunia maya tidak berhenti sampai di situ. Di Medan, Sumatera Utara, M-F pemuda putus sekolah dibekuk tim gabungan Polrestabes Medan dan Polda Sumatera Utara.

Pemuda yang diciduk dari kediamannya di kawasan Jalan Bono, Medan Timur itu lantaran telah melecehkan dan menghina Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Kapolri Tito Karnavian melalui akun media sosialnya bernama Ringgo Abdillah.

Dalam aksinya, M-F membobol jaringan wi-fi tetangganya untuk memanfaatkan fasilitas jaringan internet secara gratis. Dari pengakuan tersangka penghinaan yang ditujukan kepada para petinggi negara itu dilakukan didasari kekecewaan terhadap pemerintah.

Bersama tersangka, polisi menyita dua perangkat komputer jinjing antena router wi-fi milik tetangga yang dibobol tersangka, 3 unit ponsel dan satu flashdisk.

Bukan hanya penyebar kebencian, di Cirebon, Jawa Barat, petugas Unit Reskrim Polsek Plered membekuk delapan pelaku pembegalan dengan modus mengumpankan seorang perempuan untuk berkenalan dengan sang korban melalui media sosial.

Dari tangan pelaku, petugas mengamankan dua sepeda motor, batu dan alat komunikasi yang digunakan untuk melancarkan aksi kejahatannya.

Dalam menjalankan aksinya, para pelaku memiliki peran masing-masing mulai dari mencari target, melakukan chatting, hingga mengajak ketemuan.

Dua tersangka wanita yang salah satunya tengah hamil memancing korbannnya untuk mengajak pertemuan di sebuah tempat sepi, saat pertemuan itu, empat pelaku lainnya membuntuti dan langsung menyerang korban sebelum akhirnya mengambil semua barang korbannya.

Di beberapa kota besar seperti Jakarta, kasus kejahatan yang terjadi atau berawal di dunia maya menjadi kasus paling banyak yang ditangani kepolisian. Tercatat sepanjang 2016 sebanyak 1.207 kasus kejahatan siber terjadi, sementara 699 di antaranya berhasil diselesaikan.

Sementara itu sejak 2012 hingga 2015 Subdit Polri telah menangkap 497 orang, tersangka kasus kejahatan siber dari jumlah tersebut 389 di antaranya adalah warga negara asing dan 108 lainnya adalah warga negara Indonesia.

Pakar sosiologi kriminal Soeprapto menilai maraknya penggunaan media sosial menjadi alat kejahatan adalah imbas dari gegar budaya masyarakat terhadap teknologi.

Sementara itu keluarga dan lingkungan sosial memegang peranan penting dalam langkah awal pencegahan kejahatan siber.

Perkembangan teknologi dan media sosial bagaikan pisau bermata dua bagi masyarakat. Bersikap kritis waspada dan bijaksana dalam menggunakan media sosial dapat membantu mencegah kejahatan siber yang belakang mencuat.