Liputan6.com, Jakarta - Musik adalah panggilan jiwa. Demi receh Sinyo menjajakan nada dan suara berharap bisa menghibur penatnya warga ibu kota. Berteman gitar Sinyo mengarungi kerasnya hidup di jalanan.
Peran yang mesti dilakoni di tengah himpitan tetek bengek aturan dan stigma negatif di masyarakat. Mengamen merupakan pekerjaan yang sudah digeluti Sinyo sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Baca Juga
Dalam sehari, anak tertua dari empat bersaudara ini bisa mengumpulkan Rp 150 ribu. Namun bukan melulu soal penghasilan akan tetapi ini bentuk ekspresi tak bernilai. Pemilik nama asli Suryadi ini paham betul tanpa karya seniman dianggap sebelah mata. Bernyanyi lepas tanpa memikirkan mahalnya tarif studio latihan.
Advertisement
Pertemuan segala rupa dan karakter melahirkan budaya dalam kehidupan pengamen jalanan. Dari kentalnya persaudaraan hingga sistem antrean sebelum manggung di atas Bus kota. Musik adalah bahasa universal tak berbatas ruang dan waktu. Sinyo meyakini ada asa yang mesti dijaga dan mimpi yang diperjuangkan.
Berawal berkreasi bebas di jalan Sinyo dituntut memoles diri menjadi profesional di Institut Musik Jalanan (IMJ). Melahap porsi latihan dan polesan yang tak semata sisi musikalitas. Jangan berharap menjumpai kelas formal di IMJ. Karena ini soal kemandirian dan kemauan untuk maju. Berpijak sebagai seniman tulen lewat lagu karya sendiri.
Belajar bisa di mana, kapan, dan dengan siapa saja. Setiap musikus butuh panggung. Dari jalanan Sinyo menjejak panggung yang lebih mewah. Semua butuh proses sebelum sampai pada kesempurnaan.