Sukses

Solusi dari KPK Jika Pejabat dan PNS Sungkan Tolak Hadiah

Para pejabat negara dan PNS harus membiasakan menolak gratifikasi pada kesempatan pertama.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap tangan Dirjen Hubla Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menemukan 33 tas yang berisi uang miliaran rupiah.

Dirjen Hubla, Antonius Tonny Budiono, mengaku khilaf karena telah menerima uang suap itu.

Dalam kasus ini, KPK memperingatkan kepada pejabat negara atau PNS bahwa harus menjadi pelajaran bersama.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, para pejabat negara dan PNS harus membiasakan menolak gratifikasi pada kesempatan pertama. Hal ini, kata dia, lebih tepat dilakukan agar tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari.

Jika dalam kondisi tertentu tidak dapat menolak, kata Febri, misalnya diberikan secara tidak langsung, maka wajib dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lama 30 hari kerja sesuai aturan di Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Jika gratifikasi itu dilaporkan ke KPK, ancaman pidana Pasal 12 B UU Tipikor yang cukup berat, yaitu seumur hidup atau minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dihapus sesuai Pasal 12 C UU Tipikor.

Pelaporan, kata Febri, dapat dilakukan dengan cara langsung datang ke KPK atau melalui surat elektronik pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id atau melalui mekanisme pelaporan gratifikasi online di www.gol.kpk.go.id.

"Kami sudah lebih mempermudah proses pelaporan gratifikasi tersebut," ujar Febri.

Febri melanjutkan, jika menerima gratifikasi dan belum bisa secara langsung melaporkan ke KPK, pihaknya juga bekerja sama dengan UPG (Unit Pengendali Gratifikasi) yang dibentuk sebagai mitra KPK di inspektorat/unit pengawasan internal atau kepatuhan masing-masing kementerian/lembaga.

"Jadi, laporan bisa disampaikan ke UPG setempat, selanjutnya UPG yang akan berkoordinasi dengan KPK. Ini sepatutnya menjadi salah satu perhatian jika ingin memperkuat pencegahan korupsi dengan penguatan inspektorat," tandas Febri.

 

2 dari 2 halaman

Pasal Pencucian Uang

KPK membuka kemungkinan menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), untuk menjerat Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono. Tonny diduga menerima uang Rp 20 miliar dari sejumlah proyek di Kemenhub.

"Kalau memungkinkan unsurnya, TPPU akan diterapkan," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Padjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.

Tonny telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama, Adipatra Kurniawan terkait kasus pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Basaria menuturkan, KPK akan menjerat PT Adhi Guna Keruktama dengan pidana korporasi. Pasalnya, perusahaan itu memberikan hadiah atau janji kepada Tonny agar menang dalam proyek pengerukan tersebut.

"Kalau ada keterlibatan perusahaan kita pidanakan juga. Tapi sabar, enggak langsung hari ini," terangnya.

Dia mengatakan, KPK telah berkomitmen untuk menggunakan Undang-Undang TPPU pada setiap tersangka yang memenuhi unsur tersebut.

"Kita sepakat khusus 2017 setiap Tipikor oleh KPK, kita akan menerapkan yang namanaya pencucian uang. Kalau itu perusahaannya juga dipidanakan (korporasi) Supaya apa? Ada efek jera dan memiskinkan koruptor," pungkas Basaria.

 

Saksikan video di bawah ini: