Liputan6.com, Jakarta - Kepala BPN DKI, Najib Taufieq, mengungkapkan beberapa alasan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan HGB Pulau D.
"Kita memberikan HGB ini dengan pertimbangan bahwa investor ini sudah menanam modal. Mereka dapat Peppres untuk bekerja sama dengan Pemprov DKI untuk membuat reklamasi Pulau D. Reklamasi sudah berjalan, dan moratorium itu untuk melengkapi hak berikutnya," jelas Najib di Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Pemerintah sendiri mengeluarkan moratorium reklamasi beberapa waktyu lalu dan masih berlaku hingga saat ini. Namun, menurut Najib, kebijakan itu tidak menghalangi penerbitan HGB Pulau D.
Advertisement
Ia menjelaskan penerbitan HGB juga tak perlu menunggu pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Reklamasi. Pasalnya, Najib mengatakan sudah ada bangunan yang berdiri tanpa izin di Pulau D.
"Moratorium itu kan untuk pemanfaatannya, apakah membangun dan gedung dan sebagainya. Dan ini memerlukan perizinan dulu dan ini bangunan ada sebagian berdiri," kata Najib.
Selain itu, dia menegaskan, terbitnya HGB Pulau D akan meringankan bagi investor. Bila persoalan moratorium dan Raperda selesai, mereka tidak dibebankan hal lain.
"(Memberikan HGB) dengan harapan ada HGB ini dan penyelesaian moratoriumnya, mereka tak terlalu sulit untuk memanfaatkan dalam rangka investasi," pungkas Najib.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Â
Sesuai Aturan
Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta menyebut terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D kepada PT Kapuk Naga Indah sesuai aturan yang berlaku.
"Proses penerbitan sertifikat HGB seluas 312 hektar kepada PT Kapuk Naga Indah sudah sesuai aturan yang berlaku. Penerbitan HGB diatas HPL (Hak Pengelolahan Lahan), adalah kewenangan kepala kantor pertanahan Kabupaten/Kota," ucap Kepala BPN DKI, Najib Taufieq, di kantornya, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Dia menjelaskan HGB yang diberikan adalah HGB Induk. Pemanfaatannya 52,5% untuk kepentingan komersial, sedangkan 47,5% untuk kepentingan fasilitas umum dan sosial atau Fasum/Fasos.
HGB Pulau D akan berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang atas persetujuan pemegang HPL, yakni Pemprov DKI Jakarta. Najib menuturkan terbitnya HGB ini harus didahului oleh terbitnya sertifikat HPL.
Ia mengklaim HPL sebenarnya sudah terbit lama, sekitar Juni 2017.
Â
Â
Â
Advertisement