Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun lalu, persisnya 14 September 2015, adalah hari bahagia bagi Aris Budiman. Dia diangkat menjadi Direktur Penyidikan (Dirdik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk menduduki jabatan tersebut tentu tidak mudah, Aris harus bersaing dengan tujuh kandidat kuat lainnya.
Sebelum menjabat sebagai Dirdik KPK, Aris merupakan Wakil Direktur Tipikor (Wadirtipikor) Bareskrim Polri. Saat itu, jabatan Aris hanya seorang perwira menengah, yakni komisaris besar polisi.
Advertisement
Saat menjadi Dirdik KPK, pria kelahiran Pangkajene, 25 Januari 1965 itu langsung naik satu tingkat menjadi perwira tinggi, yakni brigadir jenderal polisi.
Pada usia ke-24 tahun, yakni pada 1989, Aris dipercaya menjadi Kapolsek Kurik dan Kapolres Marauke. Satu tahun kemudian atau 1990, Aris didapuk menjadi Kapolsek Metro Tebet, Polres Metro Jakarta Selatan.
Peraih gelar doktor dari Universitas Indonesia pada 2008 ini disebut-sebut sebagai aktor atas penetapan status tersangka RJ Lino, dalam kasus proyek pengadaan quay container crane tahun anggaran 2010 di PT Pelindo.
Namun sudah dua tahun sejak RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka, kasus ini mandek di tengah jalan. Saat ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada 22 Maret 2017, RJ Lino merasa tenang dengan status tersangka korupsi, tapi masih menghirup udara bebas.
Kini, Aris Budiman ramai diperbincangkan lantaran namanya muncul dalam sidang pemberian keterangan palsu, dengan terdakwa Miryam S Haryani, yang merupakan mantan anggota Komisi II DPR.
Dalam sebuah video pemeriksaan terhadap Miryam yang ditampilkan di Pengadilan Tipikor, Miryam sempat mengaku Aris menemui anggota Komisi III DPR dan diduga meminta uang Rp 2 miliar. Uang tersebut disebut-sebut untuk mengamankan kasus korupsi megaproyek e-KTP.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan yang tengah memeriksa Miryam hanya mengatakan, "Oh Pak Direktur", saat politikus Partai Hanura tersebut memperlihatkan sebuah gambar kepadanya.
Kemunculan video tersebut pun membuat anggota Komisi III DPR geram. Mereka mengadukan hal tersebut ke Panitia Khusus Hak Angket KPK.
Panggilan DPR
Pansus Hak Angket KPK akhirnya mengundang Aris untuk hadir di rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar pada Selasa malam, 29 Agustus 2017. Aris terlihat menghadiri undangan pansus tersebut, meski sudah dilarang Komisioner KPK.
"Pimpinan tidak sependapat untuk yang bersangkutan hadir," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi, Selasa, 29 Agustus 2017.
Sementara itu, di depan pansus, Aris membantah menemui sejumlah anggota DPR untuk meminta uang pengamanan kasus korupsi e-KTP senilai Rp 2 miliar. Aris mengaku tidak mengenal dengan anggota DPR kecuali Wenny Warouw.
"Berkaitan dengan tuduhan-tuduhan bertemu dengan anggota DPR, saya tidak pernah bertemu kecuali dalam forum resmi begini. Saya tidak bertemu karena saya tahu bagaimana posisi saya dalam menjalankan tugas," kata Aris dalam Rapat Dengan Pendapat dengan Pansus Angket KPK di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2017.
Aris mengatakan, tuduhan pemberian uang Rp 2 miliar, adalah bagian untuk menghancurkan karakter dan integritasnya.
"Tuduhan terima Rp 2 miliar, bagi saya luar biasa ini hancurkan karakter saya. Kalau saya mau terima (uang) bisa lebih. Saya bisa pastikan saya tidak terima," tegas Direktur Penyidikan KPK ini.
Saksikan video menarik berikut ini:
Â
Advertisement