Sukses

PBNU: Indonesia Harus Optimalkan Kepercayaan dari Myanmar

Indonesia satu-satunya negara yang dipercaya dan diizinkan Pemerintah Myanmar untuk melakukan kegiatan kemanusiaan di negera tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengatakan, selain memberi bantuan kemanusiaan, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah diplomatik yang meyakinkan pada Myanmar.

Tujuannya, kata Robikin, untuk menghentikan tragedi kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.

"Semua itu didasarkan semata pertimbangan kemanusiaan, sesuai kaidah politik bebas-aktif," kata Robikin seperti dilansir Antara, Minggu (3/9/2017).

Robikin menjelaskan, berdasarkan laporan utusan PBNU yang tergabung dalam misi kemanusiaan, Indonesia satu-satunya negara yang dipercaya dan diizinkan Pemerintah Myanmar untuk melakukan kegiatan kemanusiaan di negera tersebut.

"Indonesia harus mengoptimalkan kepercayaan itu," kata dia.

Namun, menurut Robikin, masyarakat Indonesia tidak perlu terpancing dan mengusik harmoni di tengah keragaman yang ada di Indonesia.

"Jangan ada yang berusaha menghentikan kekerasan dengan kekerasan, apalagi dengan mendompleng isu agama. Saya memandang, terjadinya tragedi kemanusiaan akibat kekerasan, justru karena tidak hadirnya agama dalam kehidupan bersama," kata dia.

Sebab, kata Robikin, selain tentang tauhid, pesan penting lain dari agama adalah terwujudnya perdamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa serta bernegara.

"Untuk apa Nobel Perdamaian dipertahankan, jika perdamaian di depan mata dikoyak dan hanya berpangku tangan?" tanya Robikin, menyikapi tuntutan pencabutan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar.

Saksikan video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Keprihatinan Majelis Agama Budha

Majelis-Majelis Agama Buddha Indonesia angkat bicara terkait kasus kekerasan terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Mereka mengaku prihatin atas krisis kemanusian yang terjadi di kawasan tersebut.

"Konflik di Rakhine Myanmar bukan konflik agama, melainkan konflik sosial dan kemanuasiaan," tulis Majelis-Majelis Agama Buddha Indonesia dalam pesan tertulis, Minggu.

Pernyataan Majelis-Majelis Agama Buddha Indonesia tersebut ditandatangani 16 pimpinan organisasi dan berisi 10 poin pernyataan.

Di antaranya, keprihatinan mendalam atas krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar, yang telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian moriel serta materiel yang besar, bukanlah konflik agama melainkan konflik sosial dan kemanusiaan.

Kedua, menumbuhkan solidaritas kemanusiaan atas krisis Rakhine, Myanmar, dengan mengedepankan sikap cinta kasih bahwa korban ataupun etnis Rohingya yang terdampak adalah sama-sama manusia yang setara dan serasa di hadapan Tuhan.

Â