Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setya Novanto tak terima dirinya ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Setya Novanto sudah mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan tanggal 4 September 2017," ujar Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna saat dikonfirmasi, Selasa (5/9/2017).
Baca Juga
Pengajuan praperadilan tersebut tercatat dengan Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel, yang diajukan oleh tim advokasi Setya Novanto. Terkait waktu persidangan, Made mengaku masih mencari jadwal yang tepat.
Advertisement
"Baru ada penunjukan hakimnya, hakim Chepy Iskandar, tapi belum ditetapkan hari sidangnya," kata Made.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Dalam surat dakwaan terhadap dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, nama Setya Novanto disebut sebagai pihak yang turut bersama-sama menikmati uang haram dengan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun.
Nama Setya Novanto juga berkali-kali muncul dalam persidangan e-KTP. Ketua Umum Partai Golkar tersebut diduga sebagai kunci anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun. Novanto juga disebut menerima Rp 574 miliar dari pengadaan e-KTP.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Â
Setnov Bantah Terlibat
KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Atas perbuatannya, Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Setya Novanto tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Advertisement