Sukses

PKS: Konflik Rohingya Jangan Dibawa ke Masalah Agama

Masyarakat perlu melihat persoalan Rohingya lebih jernih. Konflik etnis menjadi runyam karena ditunggangi kepentingan politik dan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengingatkan masyarakat Indonesia perlu melihat persoalan Rohingya lebih jernih. Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS, Sukamta, khawatir isu itu merembet menjadi sentimen kebencian antaragama di Indonesia.

Dia meminta para pemimpin, tokoh agama, dan para ulama untuk memberikan penjelasan utuh dan tidak terjebak dengan info yang berseliweran di media sosial.

"Kebrutalan yang menimpa warga Rohingya jelas telah mengarah kepada genosida, dan semua orang yang beragama pasti mengutuk hal tersebut," kata Sukamta kepada Liputan6.com, Selasa (5/9/2017).

Pria yang menjabat Sekretaris Fraksi PKS DPR ini menyebut konflik etnis menjadi runyam karena ditunggangi kepentingan politik dan ekonomi. Ia menilai selalu ada orang-orang atau kelompok yang berpikir dan bertindak ekstrem di komunitas mana pun.

"Yang salah bukan agamanya, agama pasti mengajar kebaikan. Maka tidak boleh kita membenci agama yang berbeda dengan keyakinan kita. Yang kita benci adalah perilaku yang brutal, yang tidak manusiawi yang dilarang oleh agama," jelas Sukamta.

Karena itu, kata dia, Peristiwa Rohingya juga menjadi pengingat penting bagi Indonesia agar tidak terjebak kepada konflik sosial yang tidak perlu. Myanmar tidak berkembang karena terbebani konflik bersenjata dengan berbagai etnis yang masih berlangsung.

"Sekali bangsa kita masuk wilayah konflik, akan sulit kembali ke belakang. Maka kebinnekaan di Indonesia harus dijaga dan dirawat sebagai modal berharga untuk memajukan Indonesia," pungkas Sukamta.

 

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Aksi Solidaritas Salah Alamat

Sejumlah organisasi menggelar demonstrasi yang Aksi Bela Muslim Rohingya dalam bentuk Gerakan Sejuta Umat Muslim Mengepung Candi Borobudur, Magelang, pada September 2017. Aksi itu digelar untuk mendorong penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar.

Namun, Direktur PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Edi Setijono, menolak rencana aksi tersebut. Dia mengatakan, aksi unjuk rasa mengecam pemerintah Myanmar di Candi Borobudur salah alamat.

Terkait hal ini, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun bersuara. Dia mengatakan, izin unjuk rasa itu harus dilihat lebih dulu, dan itu merupakan ranah kepolisian.

"Kan ada izinnya, tanya pada kepolisian," kata Tjahjo di kantornya, Jakarta, Senin 4 September 2017.

Tjahjo menjelaskan, pemerintah memiliki atensi besar untuk membantu etnis Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar. Karena itu, dia meminta masyarakat bisa melihat hal tersebut.

"Secara prinsip pemerintah punya atensi cukup besar, sudah mengirim Menlu, membangun perumahan di sana, membantu membangun rumah sakit di sana, action-nya negara hadir," jelas Tjahjo.