Sukses

HEADLINE: Staf BNN Tewas Ditembak Suami, Tak Tahan Hidup Susah?

Menurut Asiyah, anaknya menderita sejak menikah dengan Indria. Bahkan, belakangan diketahui sering berkonsultasi ke dokter jiwa.

Liputan6.com, Bogor - Cerita kematian Indria Kameswari menggemparkan dan menyedot perhatian publik. Perempuan cantik yang bekerja di Balai Diklat Badan Narkotika Nasional (BNN) itu tewas ditembak suaminya sendiri, Abdul Malik Azis alias Muhamad Akbar.

Penyebab kematian Indria diungkap pertama kali oleh anak mereka.

Kepada Liputan6.com, Eva, tetangga korban, menceritakan sang anak berlari menemui para tetangga sambil mengatakan, "Ibu meninggal...! Ibu meninggal...!"

Beberapa tetangga yang baru saja pulang dari salat Idul Adha, Jumat lalu, 1 September 2017, terkejut mendengar teriakan bocah perempuan yang baru empat tahun itu.

"Kami pikir terjatuh. Anak saya yang angkat, dia bilang pas awal ditemukan belum meninggal," Eva menuturkan saat ditemui, Selasa (5/9/2017), di Perumahan River Valley, Cijeruk, Bogor.

Indria sempat diberi minum, sebelum mengembuskan napas terakhirnya. "Masih dikasih minum empat teguk, ditelan. Habis itu sudah enggak ada," ungkap Eva, yang tinggal tak jauh dari rumah korban. "Jadi ibunya itu (Indria) mau datang Idul Adha. Malah begini..."

Eva menuturkan, pengakuan anak korban kepadanya. "Pas saya cari kain buat menutupi jenazah, saya tanya 'Ibu kenapa?' Dia bilang, 'Ibu meninggal gara-gara Abi. Ibu berantem sama Abi. Terus Abi tembak Ibu'."

Gempar.

Semula tetangga berpikir Indria meninggal akibat sakit dan jatuh di kamar mandi. Namun, setelah seorang tetangga yang berprofesi sebagai bidan memeriksa dan menyobek sedikit bagian belakang baju korban, terlihat lubang di punggung yang terus mengeluarkan darah.

"Enggak berhenti-berhenti darahnya. Disumpel kapas enggak bisa," ucap Eva.

2 dari 3 halaman

Cekcok Setiap Bertemu

Kepada polisi, Akbar mengaku membunuh Indria. Namun dia masih bungkam soal motif menghabisi nyawa istrinya, juga tentang senjata yang dipakai menembak wanita 38 tahun tersebut.
‎
"Sampai saat ini keterangan tersangka masih berbelit-belit. Yang bersangkutan amat-amat tidak kooperatif. Ini yang memberatkan yang bersangkutan juga," ujar Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky Pastika, saat dihubungi, Selasa (5/9/2017).

Pelaku, kata Dicky, hanya mengakui menembak punggung istrinya di rumah kontrakan mereka di Perumahan River Valley, Bogor.

Diduga kuat, pembunuhan itu dipicu oleh cekcok pasangan suami istri tersebut, juga sikap kasar sang istri kepada suaminya.

Pembantu rumah tangga pasutri itu, kepada tetangga korban mengungkapkan, hampir setiap bertemu pasangan itu selalu cekcok. Bahkan, malam hingga pagi sesaat sebelum kejadian, keduanya juga bertengkar.

"Pokoknya asal ketemu berantem. Taman Safari tuh keluar semua. Padahal, di Taman Safari enggak semua ada, kan?" ujar pembantu korban, seperti diungkapkan Eva kepada Liputan6.com. Maksudnya Taman Safari adalah makian dengan menggunakan nama binatang.

Selain kata-kata kasar, tak jarang cekcok itu berujung pada penyiksaan fisik yang dilakukan korban kepada suaminya.

Dalam sebuah rekaman yang diduga rekaman pertengkaran korban dengan suaminya, yang beredar 4 September, terdengar suara seorang wanita yang diduga Indria berteriak-teriak sambil memaki seorang pria yang diduga Akbar.

Dalam rekaman berdurasi 27 detik itu, si wanita mengatakan malu dan tak mau naik mobil odong-odong dan tinggal di rumah kontrakan. Dia juga menagih janji mobil baru dari suaminya.

"Mana sekarang mobil mana? Mana mobilnya? Mana mobilnya, mana mobilnya sekarang? Lu buktiin aja enggak lu. Yang ini, yang itu, bacot aja semuanya. Coba mana bacot lu terealisasi, mana bacot lu yang terealisasi. Enggak ada satu pun," teriak wanita itu dengan nada tinggi.

Pada pertengkaran itu, wanita tersebut berkali-kali memaki dan menyebut suaminya dengan nama binatang. Sementara pria yang diduga Akbar, tak melayani amukan si perempuan. "Ya baru kemarin, jangan dipukul-pukul, dong," ucap dia.

"Saya cuma mampu berusaha. Saya memberikan nafkah sesuai kemampuan saya," ujar pria tersebut.

Soal pertengkaran dan perlakuan kasar korban diakui oleh saudara dan ibunda Akbar. Ibunda Akbar, Asiyah, saat ditemui di rumahnya, di Warakas, Jakarta Utara, Selasa (5/9/2017) mengatakan, telah berkali-kali meminta anaknya menceraikan Indria.

"Coba kalau sudah cerai, sudah selesai urusannya, enggak kayak gini. Emak nyesel kenapa dia enggak nurutin," kata perempuan 67 tahun itu menahan tangis.

Menurut Asiyah, anaknya menderita sejak menikah dengan Indria. Diketahui tiga tahun terakhir Akbar sering berkonsultasi ke dokter kejiwaan. Asiyah menduga, anaknya mengalami tekanan jiwa akibat tuntutan dan perlakuan kasar istrinya.

"Sabar digebukin, saking mau berkeluarga dengan dia (korban). Akhirnya ya begini. Maaf ya pas mau hubungan suami-istri aja pernah diludahin kena mukanya. Dibilang, 'enggak level gue sama lu, gue levelnya pejabat'," ujar Asiyah menceritakan kejadian yang dialami anaknya.

Asiyah mengaku mengetahui prahara rumah tangga pasutri itu dari Akbar sendiri. Dia mengatakan, Akbar sering pulang ke Warakas dan mengadu tentang kejadian yang menimpanya. Awalnya, Asiyah dan enam saudara Akbar tak percaya dengan perilaku korban. Namun, mereka akhirnya percaya setelah mendengar sendiri rekaman yang diberikan Akbar.

Bahkan pernah, kata Asiyah, korban teriak-teriak meminta cerai di depannya. "Akbar sudah enggak dihargai, tapi Akbar enggak mau saking cintanya," ucap Asiyah.

3 dari 3 halaman

Sempat Jaya

Asiyah mengungkapkan, anaknya menikah dengan Indria sekitar 6 tahun lalu dan telah dikaruniai seorang putri. Akbar sendiri bukan suami pertama Indria, melainkan suami keempat. Sementara Akbar, sebelum menikah dengan Indria, pernah menikahi seorang perawat.

Menurut pengakuan keluarga korban kepada Eva, Indria dan Akbar pertama kali bertemu di media sosial. Saat menikah, keduanya sama-sama memiliki anak dari pasangan sebelumnya.

Awal menikah, kehidupan ekonomi pasutri itu terbilang mapan. Akbar yang pernah kuliah sarjana S1 jurusan komputer di Australia, saat itu bekerja sebagai kontraktor dan menjalankan sejumlah usaha.

"Akbar masih kaya, punya tanah, mobil, duit," ujar Asiyah. Akbar juga pernah berkarier di Amerika Serikat sekitar 3 tahun.

Namun, belakangan usahanya jatuh. "Akbar jatuh sekarang, enggak ada modal. Sering minta sama Emak. Sekarang mah udah susah," kata Asiyah yang sempat dirawat di rumah sakit karena kaget mendengar kejadian yang menimpa anaknya.

Akbar dan Indria pun tinggal di rumah kontrakan. Eva menyebutkan, keduanya menyewa rumah Rp 15 juta per tahun. Kondisi ini diduga tidak diterima oleh Indria dan membuatnya berlaku kasar terhadap suaminya.

"Diludahin. 'Gembel lu, gue enggak mau ketemu sama lu'. Dia minta dibeliikan rumah mewah, mobil mewah. Anak Emak tak bisa belikan, digebukin," ucap Asiyah.

Bahkan, Indria pernah mengancam akan membunuh suaminya gara-gara tak menanggapi permintaannya. Kakak Akbar, Siti Nuraeni, mengaku punya bukti hal tersebut.

"Dia memukuli sampai ngancem mau bunuh adik saya pakai pistol. Saya punya rekamannya," kata Siti saat ditemui di Polres Bogor, Senin, 4 September 2017.

Suami pegawai BNN Indria Kameswari.

Menurut Asiyah, anaknya bertahan tak menceraikan istrinya karena cinta. "Akbar enggak mau cerai, katanya enggak mau susah, penyakit sudah banyak. Akbar mau sama siapa lagi. Sudah biarin Akbar berkorban tinggal di situ (Bogor)," ujar Asiyah menirukan ucapan anaknya.

Polisi tak butuh waktu lama memburu sang pembunuh. Setelah mengumpulkan keterangan sejumlah saksi, dalam dua hari tim gabungan Polres Kabupaten Bogor, BNN, dan Polda Kepri menangkap pelaku di Batam. Akbar dicokok pada Minggu, 3 September pukul 23.00 WIB.

Menurut keterangan saksi, 30 menit sebelum Indria Kameswari ditemukan tewas, Akbar terlihat tergesa-gesa keluar meninggalkan perumahan menggunakan mobil.

Nasi sudah menjadi bubur. Terkait sikap Indria yang menuntut suaminya membelikan mobil dan rumah mewah, yang kemudian berujung pada sikap kasar karena tak dituruti, psikolog klinis dewasa PION Clinican, Rena Masri, menduga hal itu terjadi karena beberapa faktor.

"Faktor teknologi membuat masyarakat modern jadi lebih mudah melihat orang lain memiliki apa," kata Rena.

Faktor lain, yakni peer pressure atau tekanan teman sebaya. Misalnya, bila di kelompok hubungan pertemanan ada yang memiliki tas terbaru atau mobil terbaru, muncul keinginan untuk hal yang sama.

Terakhir, faktor pola asuh memberi peran pada seseorang jadi konsumtif. Bila sejak kecil orangtua memenuhi keinginan anak secara cepat, hal tersebut bakal berlangsung hingga besar.

Menurut Rena, jika keinginan seorang dengan perilaku konsumtif tak terpenuhi, akan memicu timbulnya emosi, stres, bahkan depresi.

"Kalau kebutuhan tidak terpenuhi, itu pasti membuat kepikiran. Lalu muncul banyak pikiran sampai-sampai sibuk sendiri dengan emosi tersebut. Ketika emosi tidak terkontrol, bisa melakukan sesuatu di luar batas seperti marah-marah atau memukul," kata Rena.

 

 

Â