Liputan6.com, Makassar - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis penanganan kasus e-KTP akan tuntas. Mereka yakin kasus ini selesai pada penghujung masa jabatan komisionernya.
"Kami tetap optimistis bisa selesai. Komisioner sekarang masih menjabat sampai 2019. Kami masih punya waktu dua tahun untuk menyelesaikannya," ucap Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 6 September 2017.
Menurut dia, langkah KPK dalam memberantas korupsi tidak tergoyahkan oleh apa pun, termasuk jika terjadi pergantian pemerintahan setelah Pilpres 2019.
Advertisement
"KPK tidak tergantung dengan masa jabatan Presiden, mudah-mudah komisioner sekarang ini, kita bisa selesaikan," ujar pria kelahiran Muna, 16 Juni 1965 itu seperti dilansir Antara.
Syarif yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini menjelaskan KPK sudah melakukan yang terbaik dalam penanganan kasus e-KTP. Bahkan, KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini, termasuk anggota DPR.
Meski demikian, kata dia, perjalanan kasus e-KTP ini masih panjang.
"Saya tidak bisa menjanjikan ini kapan selesai, ibarat lomba lari, ini bukan lari sprint, tapi maraton, tentu prosesnya cukup panjang bahkan mendapat tekanan," ungkap Laode.
Saksikan video berikut ini:
Kasus e-KTP
Sebelumnya, KPK telah menetapkan sejumlah tersangka dalam korupsi pengadaan proyek e-KTP tahun 2011-2013 dengan nilai proyek senilai Rp 5,9 triliun, dari anggaran merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Penetapan tersangka e-KTP dimulai tiga tahun lalu. KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka pada Selasa, 22 April 2014.
Selanjutnya KPK menyasar eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman. Ia ditetapkan sebagai tersangka kedua kasus e-KTP pada Jumat (30/9/2016) dan dilakukan penahanan sejak Rabu (21/12/16).
KPK juga menetapkan pengusaha Andi Narogong, anggota DPR Markus Nari, dan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sugiharto dan Irman sendiri telah divonis 5 tahun serta 7 tahun penjara. Namun, KPK masih banding atas putusan itu karena hakim menghilangkan sejumlah nama dalam putusan. Sementara, kasus Andi Narogong masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.