Liputan6.com, Jakarta - Pada 7 September 77 tahun silam, Abdurrahman Wahid lahir ke dunia. Sosok yang akrab dipanggil Gus Dur ini menjadi simbol kebinekaan. Dalam perjalanan hayatnya, ia dikenang karena pembelaannya untuk kaum minoritas.
Ketika memutar kembali ingatan, Gus Dur pernah berpesan soal perdamaian yang masih relevan dengan kondisi tersebut. Salah satu pesannya berbunyi, "Yang sama jangan dibeda-bedakan, yang beda jangan disama-samakan."
Baca Juga
Pesan itu pernah disampaikan sang puteri sulung, Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid), saat mewakili keluarga menyampaikan sambutan pada Haul ke-7 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Jumat 23 Desember 2016 malam.
Advertisement
Gus Dur ingin bangsa Indonesia terus menjaga kebinekaan yang merupakan akar dari kekayaan bangsa ini.
Untuk dapat menghargai perbedaan, setiap individu harus melihat manusia lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang dalam terminologi agama disebut sebagai persaudaraan antarmanusia (ukhuwah basyariyah).
Hal yang paling penting menurut Gus Dur, kata dia, perdamaian bukanlah sesuatu yang pasif, tetapi aktif dan dinamis. Untuk itu, syarat utama perdamaian adalah keadilan.
"Kata Gus Dur, perdamaian tanpa keadilan adalah omong kosong," ujar Alissa dalam acara yang dihadiri ribuan orang itu.
Saksikan video berikut ini:
Pendobrak
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid atau Gus Dur meninggalkan banyak cerita selama masa kepemimpinannya. Satu hal yang paling diingat adalah ketika Presiden ke-4 RI itu mengakomodasi perayaan tahun baru China atau Imlek menjadi hari libur nasional.
Karena langkah berani itu Gus Dur pun mendapat julukan baru, "Bapak Kaum Minoritas" Indonesia.
Tak hanya itu, Gus Dur adalah satu-satunya Presiden RI yang dijatuhkan saat masih berkuasa. Cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari, tersebut harus melepas jabatannya setelah MPR menggelar sidang istimewa pada Juli 2001.
Meski menimbulkan banyak kontroversi semasa hidupnya, tetapi Gus Dur selalu dikenang dan dirindukan.