Liputan6.com, Jakarta Agustus 2017 tenyata tercatat sebagai peningkatan sektor industri manufaktur tertinggi selama 6 bulan terakhir di Tiongkok. Negara pemilik 55 persen market share dunia itu diprediksi memiliki demand stainless steel yang tinggi. Akibatnya, permintaan komoditas nikel meningkat dan harganya pun naik.
Mengutip Reuters pada Jumat (1/9/2017), harga nikel kontrak tiga bulanan London Metal Exchange (LME) tercatat US$11.895 per ton. Angka itu tertinggi sejak November 2016 menurut data Thomson Reuters. Sementara itu, para analis menduga akan ada defisit nikel pada 2017-2018 karena ketatnya peraturan ekspor, tutupnya beberapa perusahaan smelter, dan pasokan bijih nikel dari Filipina yang mulai digantikan oleh Indonesia.
Berdasarkan dugaan, seharusnya naiknya harga komoditas akan membawa sinyal positif bagi produsen nikel Tanah Air yang akhir-akhir ini rungsing oleh volatilitas harga. Direktur Keuangan Antam, Dimas Wikan Pramudhito, mengatakan bahwa naiknya harga komoditas diharapkan berdampak positif kepada pendapatan.
“Volatilitas harga komoditas memang salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pendapatanp erusahaan” ujar Dimas.
Menurut perkiraan analis, ekspor nikel Indonesia pada 2017 hanya akan terelisasi 5 juta ton dan 9 juta ton pada 2018. Jika melihat dugaan itu, akan ada defisit feronikel sebesar 84.000 TNi pada 2017 dan 107.000 TNi pada 2018, atau sebesar rata-rata 6 persen pada 2016-2018. Kabarnya, stok nikel di Tiongkok juga berkurang sekitar 53 persen pada akhir Juni 2017 karena tidak ada supply tambahan dari Filipina.
Advertisement
Beberapa sentimen pendukung juga disinyalir menjadi penyebab kenaikan komoditas nikel. Salah satu perusahaan Korea Selatan dikabarkan telah memulai produksi komersial produk baterai lithium-ion menggunakan nikel buat mobil listrik. Perusahaan pembuat baterai untuk Mercedes-Benz, Kia Motors, dan BAIC Motor Corp China itu memproduksi baterai ukuran sedang dan besar dengan 80 persen komponen nikel.
Menurut Dimas, Antam tetap berkomitmen mencapai target produksi feronikel di semester II 2017. Produksi feronikel ANTM di semester I 2017 tercatat 9.327 TNi. Angka ini lebihtinggi daripada periode yang sama pada 2016 yang tercatat 8.304 TNi.
Ia mengatakan, akan memanfaatkan sentimen positif dengan menjaga level biaya tunai tetap rendah agar meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Sampai dengan semester I 2017, ANTM mencatatkan biaya tunai produksi feronikel sebesar US$3,71/lb, sedangkan harga jual rata-rata sebesar US$4,54/lb.
(*)