Sukses

Menaker: Pelatihan Vokasi Pilar Kebijakan Pemerataan Ekonomi

Tutup Seleknas ASC Ke-12, Menaker: Pelatihan Vokasi Pilar Kebijakan Pemerataan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Gelaran seleksi nasional ASEAN Skills Competition (Seleknas ASC) ke-12 resmi ditutup. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri, mengaskan kembali pentingnya pelatihan vokasi sebagai salah satu pilar utama kebijakan pemerataan ekonomi.

"Dengan pelatihan vokasi, diharapkan kebutuhan tenaga kerja terampil sebanyak 113 juta sebagai syarat Indonesia menjadi Negara ekonomi terbesar ke-tujuh dapat terwujud," ujar Hanif, saat menutup Seleknas ASC ke-12 di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK), Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (9/9/2017).

Ia pun menekankan pentingnya dukungan dari kalangan usaha untuk bersama-sama menyiapkan tenaga kerja kompeten melalui pelatihan vokasi. Sebab, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri tanpa bantuan dunia usaha dan Serikat Pekerja.

"Harus ada keterlibatan swasta dalam pelatihan vokasi seperti di negara-negara Eropa dan Skandinavia," ucap Hanif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kemnaker pada Februari 2017, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai angka 131,55 juta orang, sekitar 60 persennya merupakan lulusan SD-SMP.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 5, 3 persen orang masuk kategori pengangguran. Tingkat pengangguran paling besar berasal dari lulusan SD kebawah sebanyak 27,57 persen, lulusan SMA 22,17 persen dan lulusan SMK 19,74 persen.

Menyikapi hal tersebut, Hanif mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan regulasi mengenai pendidikan vokasi yang disahkan, yaitu Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Pendidikan Kejuruan dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia.

"Upaya-upaya tersebut merupakan bagian penting dalam menyiapkan angkatan kerja yang mampu bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN," kata dia.

Menurut Hanif, untuk menghasilkan lulusan vokasi yang berkualitas dan berdaya saing global, lembaga-lembaga vokasi harus mengintensifkan kerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholder).

Kerja sama dengan stakeholder dibutuhkan agar desain dan perencanaan program pendidikan vokasi haruslah disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja sehingga lulusannya cepat bekerja dan mengurangi pengangguran.

Hanif meyakini, dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia dan potensi sumber daya alam yang ada, Indonesia memiliki peluang dan potensi besar untuk dapat menjadi bangsa yang maju dalam persaingan MEA maupun global.

Mengakhiri kunjungannya ke BBPLK Bekasi, ia menyempatkan diri berkeliling ke fasilitas pelatihan untuk meninjau suasana pelatihan maupun kondisi peralatan yang dimiliki BBPLK Bekasi.

Selain itu, Hanif juga mengecek persiapan ruangan kelas yang akan digunakan sebagai ruang belajar oleh Politeknik Ketenagakerjaan.


(*)