Liputan6.com, Jakarta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan menindaklanjuti peristiwa meninggalnya bayi Tiara Deborah Simanjorang (4 bulan). Pihak keluarga dan Rumah Sakit Mitra KeluargaKalideres juga akan dimintai keterangan.
Meninggalnya bayi Deborah diduga karena keterlambatan penanganan ketika bayi dalam kondisi kritis.
"Keterangan dan informasi yang dikumpulkan nanti akan menjadi pertimbangan bagi BPKN dalam bersikap dan memberi rekomendasi kepada pemerintah," kata anggota BPKN 2017-2020, Rizal E Halim, seperti dikutip dari Antara pada Minggu (10/9/2017).
Advertisement
BPKN pun akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Komisi Ombudsman Nasional. Rizal berharap kepentingan kemanusiaan lebih dikedepankan di saat-saat genting.
"Kita berharap ketika dihadapkan dengan masalah kemanusiaan, maka kepentingan komersial ada baiknya dikesampingkan untuk sementara," ujar dia.
Rizal mengatakan, kasus meninggalnya bayi Deborah di RS Mitra Keluarga Kalideres menjadi momentum menata layanan rumah sakit secara nasional.
"Layanan rumah sakit harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan bisnis dan kepentingan kemanusiaan," ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Rizal mengakui memang keduanya seringkali tidak sejalan. Namun, manajemen rumah sakit seyogyanya dapat bijak menyikapi kasus per kasus.
Di sisi lain, Rizal juga meminta seluruh rumah sakit untuk segera mengikutsertakan diri ke program BPJS Kesehatan yang sudah berjalan sejak 2014. Hal ini sejalan dengan Nawa Cita Presiden Jokowi, khususnya memberikan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Bantahan Rumah Sakit
Pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga sendiri telah membantah adanya pembiaran terhadap pasien Debora.
Dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Jumat, 8 September 2017, ada lima poin berupa klarifikasi juga fakta dari kejadian tersebut.
1. Pasien (Deborah Simanjorang yang terdaftar sebagai Tiara Debora) berumur empat bulan, berat badan 3,2 kilogram, datang ke IGD MItra Keluarga Kalideres pada 3 September 2017 pukul 03.40 WIB dalam keadaan tidak sadar dan kondisi tubuh tampak membiru.
Pasien dengan riwayat lahir prematur memiliki riwayat penyakit jantung bawaan (PDA) dan keadaan gizi kurang baik.
Dalam pemeriksaan didapatkan napas berat dan banyak dahak, saturasi oksigen sangat rendah, nadi 60 kali per menit, suhu badan 39 derajat Celsius.
Pasien segera dilakukan tindakan penyelamatan nyawa (life svaging) berupa penyedotan lendir, dipasang selang ke lambung dan intubasi (pasang selang napas), lalu dilakukan bagging atau pemompaan oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang napas, infus, obat suntikan, dan diberikan pengencer dahak (nebulizer)
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi segera dilakukan.
Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih baik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis.
Dokter juga menjelaskan kondisi pasien kepada sang ibu. Kemudian dianjurkan untuk penanganan di ruang khusus ICU.
2. Ibu pasien mengurus di bagian administrasi dan dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU, tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan.
3. Ibu pasien kembali ke IGD, dokter IGD menanyakan kepesertaan BPJS kepada ibu pasien, dan ibu pasien menyatakan punya kartu BPJS. Dokter pun menawarkan kepada ibu pasien untuk dibantu merujuk ke RS yang bekerja sama dengan BPJS, demi memandang efisiensi dan efektivitas biaya perawatan pasien.
Ibu pasien setuju. Dokter pun membuat surat rujukan dan kemudian pihak RS berusaha menghubungi beberapa RS yang merupakan mitra BPJS. Dalam proses pencarian RS tersebut, baik keluarga pasien maupun pihak rumah sakit kesulitan mendapatkan tempat.
4. Pukul 09.15 WIB, keluarga mendapatkan tempat di salah satu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dokter rumah sakit tersebut menghubungi dokter Mitra Keluarga Kalideres untuk menanyakan kondisi Deborah. Sementara berkomunikasi antar dokter, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk.
5. Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien.Â
Advertisement