Sukses

Dua Kelalaian RS Mitra Keluarga Versi Dinas Kesehatan DKI

RS Mitra Keluarga seharusnya mengutamakan kepentingan pasien daripada meminta biaya ketika pasien dalam keadaan gawat darurat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto telah bertemu dengan pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres di kantornya, Jalan Kesehatan, Jakarta Pusat. Pertemuan yang berlangsung tiga jam itu membahas peristiwa tragis yang menimpa bayi Tiara Debora Simanjorang.

Debora sendiri wafat di RS Mitra Keluarga. Keterlambatan penanganan yang memadai disinyalir menjadi penyebab kematian bayi Debora. Koesmedi menyimpulkan ada dua kelalaian yang dilakukan oleh RS Mitra Keluarga.

Yang pertama, kata Koesmedi, adalah pada masalah komunikasi. Pihak RS, khususnya di bagian informasi, tidak memberikan informasi yang benar terkait biaya perawatan ruang PICU.

Seharusnya, menurut Koesmedi, pihak RS mengutamakan kepentingan pasien daripada meminta biaya ketika pasien dalam keadaan gawat darurat.

"Terjadi komunikasi yang kurang bagus baik dari manajemen kepada bagian informasi dan dari petugas informasi kepada keluarga pasien. Sehingga menimbulkan salah persepsi di dalam mengartikan kata-kata yang disampaikan oleh bagian informasi," ujar Koesmedi di kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin (11/9/2017).

Kedua, kata Koesmedi, RS Mitra Keluarga lalai dalam mencari rumah sakit rujukan bagi pasien. Seharusnya, menurut dia, pihak RS tidak menyuruh keluarga pasien mencari RS rujukan.

"Kemudian satu lagi adalah ada kelalaian daripada RS. Walaupun dia juga mencari tempat rujukan ke RS lain melalui telepon, tapi juga dia (pihak RS) juga menyuruh keluarga pasien untuk melakukan rujukan, yang harusnya dilakukan oleh RS," ujar Koesmedi.

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Jadi Mitra BPJS

Meninggalnya bayi Debora Simanjorang mendapat perhatian dari Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Djarot mengaku tahu bahwa selama ini ada intrik di rumah sakit.

Permainan itu bertujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memberi penanganan ke pasien yang tidak diperlukan.

"Ya (ada permainan), kadang-kadang faktor keuntungan lebih didahulukan. Misalnya luka sedikit saja misalnya tulang yang tidak perlu dioperasi, tapi harus dioperasi. Padahal, ditarik dikit saja bisa, misalnya," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Senin (11/9/2017).

Djarot mengatakan rumah sakit mana pun, meski swasta, tetap harus memiliki misi sosial.

"Meskipun rumah sakit swasta, dia harus punya misi sosial. Ini bukan hanya untuk rumah sakit yang bersangkutan yang sekarang terkait itu, tapi untuk semua rumah sakit," ujar Djarot.

Mantan Wali Kota Blitar itu mengaku akan mendorong RS swasta agar bergabung dengan BPJS Kesehatan untuk memudahkan warga yang tidak mampu.