Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menegaskan, Presiden Joko Widodo tidak akan mengubah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, mengingat mulai banyak usulan baik mengurangi atau menambah kewenangan KPK.
"Presiden tetap pada posisi tidak ada sama sekali keinginan Pemerintah, dalam hal ini Presiden, untuk mengubah kewenangan yang dimiliki KPK," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Baca Juga
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengusulkan agar kewenangan penuntutan yang dimiliki KPK dihapus. Kewenangan itu dikembalikan kepada Kejaksaan Agung.
Advertisement
Di sisi lain, Partai NasDem juga mengusulkan adanya penambahan kewenangan KPK. Salah satunya kewenangan untuk menghentikan kasus melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Pramono tidak bisa memungkiri KPK juga butuh perbaikan. Perbaikan ini juga harus dilihat dari substansi tugas atau masalah pada manajerial.
Ketua KPK Agus Raharjo sudah mengakui adanya kelemahan pada tatanan administratif dan manajerial. Tapi, untuk hal substansial dan mendasar berkaitan dengan kewenangan dan tugas KPK dirasa tidak perlu diubah.
"Sekali lagi dalam hal ini Presiden tidak ada keinginan sama sekali untuk mengurangi kewenangan KPK. Enggak usah ditafsirkan macam-macam," ucap dia.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Jaksa Agung Dikritik
Sebelumnya, Ketua Setara Institute Hendardi mengkritik penyataan Jaksa Agung H.M. Prasetyo di DPR RI Senin 11 September kemarin. Ia menilai, Prasetyo tidak mencerminkan pejabat pemerintah.
Hal ini terkait usul Prasetyo agar kewenangan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan izin dari kejaksaan terlebih dulu.
"Pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo perihal usulan pelimpahan kewenangan penuntutan KPK ke Kejaksaan lebih menyerupai pernyataan seorang politisi dibanding sebagai pernyataan pejabat pemerintahan," ucap Hendardi dalam keterangannya, Selasa (12/9/2017).
Dia menuturkan, sejak awal Prasetyo lebih memilih berpolitik di wilayah penegakan hukum dibanding menjadi Jaksa Agung yang profesional menegakkan hukum. Hendardi menilai, langkah-langkah Prasetyo memimpin korps Kejaksaan lebih dikendalikan argumen dan pertimbangan politik dibanding murni penegakan hukum.
"Tidak ada prestasi Jaksa Agung selama hampir 3 tahun memimpin. Prasetyo bukan hanya offside dalam mengeluarkan pendapat, tetapi juga indisipliner karena sebagai organ pemerintahan, semestinya Prasetyo patuh pada kehendak presiden yang tegas-tegas menolak pelemahan KPK," jelas Hendardi.
Advertisement