Sukses

Napi Teroris Akui Bocah Indonesia Militan ISIS yang Tewas Anaknya

Berdasarkan informasi yang dihimpun, bocah militan ISIS itu sempat menjenguk ayahnya di penjara sebelum terbang ke Suriah.

Liputan6.com, Jakarta - Narapidana teroris bernama Syaiful Anam alias Mujadid alias Brekele alias Idris alias Joko, mengakui bocah Indonesia yang tewas di Suriah sebagai militan ISIS adalah anaknya. Brekele merupakan pria yang diduga memegang peranan dalam aksi teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis 14 Januari 2016 lalu.

Pria yang kerap disapa Brekele itu mendadak dibawa Tim Densus 88 Antiteror ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sedikit informasi yang bisa didapat terkait kedatangannya di lokasi tersebut.

"Berita anak saya (yang tewas) lagi booming ya," ujar Brekele kepada Liputan6.com di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (13/9/2017).

Sebelumnya, bocah 12 tahun yang bernama Hatf Saiful Rasul dikabarkan tewas oleh serangan udara di Suriah pada 1 September lalu.

Brekele ditangkap personel Tim Densus 88 Antiteror Polri atas serangan teror bom rakitan di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, pada 28 Mei 2005.

Dia kemudian diduga melakukan komunikasi dan ikut mendanai aksi teror di Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta.

Densus 88 Antiteror yang terdiri dari 15 personel lantas mendatangi blok khusus yang dihuni Brekele pukul 13.45 WIB di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kembang Kuning Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Senin, 18 Januari 2016.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Sempat Jenguk Ayah di Penjara

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Hatf sempat menjenguk ayahnya di penjara. Dia meminta izin untuk berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.

"Foto (anak saya angkat senjata) itu ya dapat dari Suriah sana," jelas Brekele.

Brekele lantas mengatakan hal yang tidak pasti konteks pembicaraannya. Belum sempat diperjelas, pihak Densus 88 langsung meminta dia untuk masuk sel sementara yang berada di basement PN Jakarta Timur.

"Masalahnya kita dihalangi buat wawancara dengan media, makanya di luar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi," Brekele menandaskan.