Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut, seluruh pimpinan mengetahui adanya surat permohonan DPR kepada KPK untuk menunda pemeriksaan Ketua DPR Setya Novanto hingga proses praperadilan diputuskan.
"Diketahui (Pimpinan DPR) kok. Surat dibacakan," kata Fadli di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Baca Juga
Fadli menambahkan, surat itu merupakan tindak lanjut aspirasi dari masyarakat yang mengadu kepada DPR.
Advertisement
"Aspirasi saja, meneruskan aspirasi saja. Kami menerima aspirasi ini untuk bisa ditindaklanjuti sesuai mekanisme UU yang berlaku," tutur dia.
Sebelumnya, Ketua DPR Setya Novanto meminta Pimpinan DPR untuk menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemeriksaannya. Novanto berharap agar Pimpinan DPR meminta KPK menunda pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Golkar tersebut hingga praperadilan usai.
Surat permohonan itu disampaikan langsung kepada KPK melalui Kepala Biro Kepemimpinan Sekretariat Jenderal DPR Hany Tahapary.
Dalam surat tersebut, disisipkan pula berkas praperadilan yang diajukan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan. Budi ketika itu menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi.
Hany menyatakan, semua pihak termasuk KPK, menahan diri untuk tidak melakukan pemeriksaan sampai putusan praperadilan keluar. Hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang berjalan.
Saksikan tayang video menarik berikut ini:
Penyidikan E-KTP Jalan Terus
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak menghentikan penyidikan kasus megakorupsi proyek e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka.
"Tidak ada satu pun ketentuan yang mengharuskan KPK untuk menghentikan penyidikan saat proses praperadilan berjalan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Setya Novanto diketahui melalui tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Setya Novanto tak terima ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah itu.
Febri menegaskan, tak ada landasan hukum yang membuat KPK berhenti melakukan penyidikan saat proses praperdilan tengah berjalan.
Menurut Febri, terdapat tiga dasar hukum yang menjadi landasan KPK menjalankan tugas dan kewenangannya di bidang penindakan. Semuanya tertuang dalam KUHAP UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"KUHAP ini pada dasarnya berlaku, kecuali yang diatur di UU lain. Dengan dasar itulah, KPK melakukan kegiatan di bidang penindakan. Praperadilan diatur di KUHAP dan MA, tapi tidak ada satu pun ketentuan yang mengharuskan KPK untuk menghentikan penyidikan," Febri menerangkan.
Advertisement