Liputan6.com, Yogyakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri, mengatakan bahwa Indonesia harus memutus lingkaran setan yang menjadi penyebab pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan social. Lingkaran setan tersebut adalah kemiskinan dan pendidikan.
Secara sederhana, dia mengilustrasikan seseorang miskin karena pendidikan dan kompetensinya rendah, sehingga tak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Kenapa tak bisa mendapatkan pekerjaan layak, karena tak memiliki kompetensi. Kenapa kompetensinya rendah, karena tidak mengenyam pendidikan yang cukup.
Menurut Hanif, masalah kompetensi dan pengangguran merupakan masalah utama ketenagakerjaan.
“Sayangnya, di Indonesia masalah ketenagakerjaan masih menjadi isu pinggiran. Belum menjadi isu utama seperti ekonomi dengan berbagai indikatornya,” ujar dia, dalam forum konsolidasi mahasiswa pascasarjana Indonesia bertajuk 'Bersinergi Menuju Kedaulatan Indonesia; Upaya Refleksi, Proyeksi, dan Resolusi Masalah Negara', di Gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rabu (13/9/2017).
Advertisement
Masalah inflasi menjadi salah satu indikator ekonomi makro, sehingga pemerintah dengan segala perangkatnya selalu berupaya menjaga inflasi yang aman. Hanif pun berharap, ke depannya masalah pengangguran menjadi salah satu indikator ekonomi makro, sehingga pemerintah dengan segala sumber daya yang ada dapat menjaga agar angka pengangguran tidak melebihi dari angka aman yang telah ditentukan. Agar angka pengangguran tidak tinggi, maka masalah peningkatan kompetensi pekerja menjadi isu bersama yang terintegrasi.
“Hal ini bisa dilakukan jika isu ketenagakerjaan tak lagi menjadi isu pinggiran sebagaimana di negara-negara Barat,” ucapnya.
Untuk memenangkan persaingan global di era digital, kompetensi dan kualitas SDM Indonesia harus di atas standar pasar kerja. Untuk mewujudkannya, butuh kerja keras dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Pada kesempatan tersebut, Hanif juga menyampaikan beberapa tantangan ketenagakerjaan yang terjadi saat ini, antara lain lulusan pendidikan dengan pasar kerja yang belum sepenuhnya nyambung (mismatch). Tingkat permasalahan itu mencapai 37 persen, artinya tiga sampai empat dari 10 orang bekerja tak sesuai dengan basis pendidikannya.
Indonesia juga dihadapkan masih rendahnya kompetensi pekerja, di mana 60 persen diantaranya merupakan lulusan SD-SMP. Untuk meningkatkan kompetensi, pemerintah harus menggenjot pelatihan vokasi, baik yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Balai Latihan Kerja (BLK) maupun yang dilakukan swasta melalui Lembaga Pelatihan Kerja dan training center oleh perusahaan.
Pelatihan vokasi ini selain dimaksudkan untuk meningkatan kompetensi pekerja, juga ditujukan untuk angkatan kerja baru yang belum bisa langsung masuk dunia kerja karena belum memiliki keterampilan. Ke depan, Kementrian Ketenagakerjaan juga sedang memikirkan adanya pelatihan ulang (retraining) untuk korban PHK.
Untuk itu, Hanif berharap, pelatihan vokasi memiliki kedudukan yang seimbang dengan pendidikan formal terutama dalam hal alokasi anggaran. Dengan demikian upaya peningkatan SDM pekerja menjadi maksimal.
(*)