Sukses

Mengapa Harus Ada Pohon Natal?

Pohon natal (cemara) merupakan simbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain. Cemara juga melambangkan "hidup kekal".

Liputan6.com, Jakarta: Bagi kebanyakan orang, kesan natal rasanya tak akan lengkap tanpa kehadiran pohon natal di dalam rumah atau di dalam gedung gereja. Tapi jika ditanya mengapa harus ada pohon natal, mungkin tak banyak orang yang bisa menjawabnya.

Konon, kebiasaan memasang pohon Natal sebagai dekorasi dimulai dari Jerman. Pemasangan pohon Natal yang umumnya dari pohon cemara, atau mengadaptasi bentuk pohon cemara, itu dimulai pada abad ke-16.

Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, merekapun kerap memasang cemara yang tergolong pohon evergreen untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat, memajang pohon Natal untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an.

Pohon Natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun di rumah, sebab ini hanya merupakan simbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain "evergreen". Pohon Natal (cemara) ini juga melambangkan "hidup kekal", sebab pada umumnya di musim salju hampir semua pohon rontok daunnya, kecuali pohon cemara selalu hijau daunnya.

Pemasangan pohon cemara, baik asli maupun yang terbuat dari plastik, di tengah kota atau di tempat-tempat umum pun menjadi pemandangan biasa menjelang Natal. Salah satu yang terbesar adalah pohon yang ada di Rockefeller Center, di 5th Avenue New York Amerika Serikat.

Legenda Pohon Natal

Ada beberapa legenda atau cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri, mengenai asal mula pohon natal. Salah satunya adalah Legenda Santo Bonifacius. Menurut sebuah legenda, seorang rohaniawan Inggris bernama Santo Bonifasius yang memimpin beberapa gereja di Jerman dan Perancis dalam perjalanannya bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada dewa Thor di sebuah pohon ek.

Untuk menghentikan perbuatan jahat mereka, secara ajaib Santo Bonifasius merobohkan pohon ek tersebut dengan pukulan tangannya. Setelah kejadian yang menakjubkan tersebut di tempat pohon ek yang roboh tumbuhlah sebuah pohon cemara.

Legenda yang lain adalah Martin Luther dan pohon cemaranya. Cerita ini mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, yang sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah. Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.


Kontroversi

Terlepas dari kebenaran kisah-kisah di atas, hingga hari ini pemasangan Pohon Natal masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Kristen. Bagi orang-orang yang tidak berkenan dengan pohon Natal, mengisahkan bahwa pada zaman dahulu bangsa Romawi menggunakan pohon cemara untuk perayaan Saturnalia, mereka menghiasinya dengan hiasan-hiasan kecil dan topeng-topeng kecil, karena pada tgl 25 Desember ini adalah hari kelahiran dewa matahari, Mithras, yang asal mulanya dari Dewa Matahari Iran yang kemudian dipuja di Roma. Demikian pula hari Minggu adalah hari untuk menyembah dewa matahari sesuai dari arti kata Zondag,

Sunday atau Sonntag. Perlu diketahui juga bahwa dewa-dewa matahari lainnya, seperti Osiris, dewa matahari orang Mesir, dilahirkan pada tanggal 27 Desember. Demikian pula Dewa matahari Horus dan Apollo lahir pada tanggal 28 Desember.

Maka dari itu ada aliran-aliran gereja tertentu yang mengharamkan tradisi pohon Natal, sebab mereka menganggap ini sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala. Reaksi penolakan itu bahkan awalnya sempat diwarnai keputusan pemerintah Jerman untuk mendenda siapa pun yang memasang pohon cemara sebagai pohon Natal.   

Hal itu mulai berubah, saat gambar Ratu Victoria dari Inggris, Pangeran Albert dari Jerman, dan anak-anaknya dengan latar pohon cemara, diilustrasikan di London News. Karena sosok Victoria yang sangat populer, pemuatan gambar itu di media massa pun membuat pohon cemara menjadi pilihan lazim sebagai pohon Natal.


Tradisi

Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara. Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.

Karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara. Indonesia dan Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa itu sampai akhirnya para umat Kristen membeli pohon buatan tapi yang penting berbentuk cemara.

Di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat India, lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang.  (MLA)


Sumber
* Wikipedia
* Almanak Kristen Indonesia 1999, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.